Kamis, 26 Desember 2013

jawaban untuk anak :-)

Share dr grup sebelah...smg bermanfaat 
mw share saja.

Dari grup ma 18

Jika Anak Bertanya tentang ALLAH

Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi "tak mau tahu" alias ignoran, hehehe). Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH . Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya...

Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:

Tanya 1: "Bu, Allah itu apa sih?"
Tanya 2: "Bu, bentuk Allahitu seperti apa?"
Tanya 3: "Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?
Tanya 4: "Bu, Allah itu ada di mana?
Tanya 5: "Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?"

Tanya 1: "Bu, Allah itu apa sih?

Jawablah :

"Nak, Allah itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu." (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

Tanya 2: "Bu, bentuk Allah itu seperti apa?"

Jangan jawab begini :

"Bentuk Allah itu seperti anu ..ini..atau itu...." karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.

Jawablah begini :

"Adek tahu 'kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan." (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬ا‌ۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِ‌ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬‌ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)

[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)

Tanya 3: "Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?

Jangan jawab begini :

Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Hadid (57) : 3]

Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.

Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) "barang" dan "sesuatu" yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai'un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.

Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af'al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af'al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.

[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17) {ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua'lam}

Jawablah begini :

"Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?"

Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris )

"Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak 'kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya 'kan?!"

Atau bisa juga beri jawaban :

Adek, lihat langit yang luas dan 'besar' itu 'kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk langit yang sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit 'kan?! Nah, kita juga gak bisa melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat. Allah Mahabesar.

Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan "Melihat Tuhan".

Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek 'kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?

Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian, tetapkan Allah itu ADA. "Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara."

Tanya 4: "Bu, Allah itu ada di mana ?

Jangan jawab begini :

"Nak, Allah itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy."
Jawaban seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit, apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar surga daripada Allah...berarti prinsip Allahu Akbar itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]

Dia bersemayam di atas ’Arsy. <-- Ayat ini adalah ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.

Juga jangan jawab begini :

"Nak, Allah itu ada di mana-mana."

Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.

Jawablah begini :

"Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada."

"Qalbun mukmin baitullah", 'Hati seorang mukmin itu istana Allah." (Hadis)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)

Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)

Allah sering lho bicara sama kita.. misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang." (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)

Tanya 5: "Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?"

Jangan jawab begini :

"Karena kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga."

Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka,"Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!"

"Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya." (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)

Jawablah begini :

"Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, 'kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.

Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)

Katakan juga pada anak:

"Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?! (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

"Kenapa, Bu ?"

"Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu."

Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).

Allahua'lam.

sumber asli : Jika Anak Bertanya tentang Tuhan | Muxlimo's

Kultwit ustadz @salimafillah tentang Natal

1. Natal ini, terkenang ujaran Allahu yarham KH Abdullah Wasi’an (kristolog Jogja -red); “Saudara-saudaraku Nashara terkasih, beda antara kita tidaklah banyak.”

2. Wasi’an: “Kalian mengimani Musa, juga ‘Isa. Kamipun sama. Tambahkanlah satu nama; Muhammad. Maka sungguh kita tiada beda.”

3. Wasi’an: “Kalian imani Taurat, Zabur, & Injil. Kamipun demikian. Tambahkan Al Quran, maka sungguh kita satu tak terpisahkan.”

4. Sungguh adanya kerahiban jadikan kalian lembut hati & dekat pada kami; sementara Yahudi & musyrik musuh terkeras kita. (QS 5: 82).

5. Tapi mungkin memang sudah tabiat ‘aqidah, satu sama lain tak rela jika kita tak serupa dalam agama secara sepenuhnya. (QS 2: 120).

6. Bagaimanapun, selama kita tak saling memerangi & usir-mengusir tersebab iman, tak terlarang kita saling berkebajikan. (QS 60: 8).

7. Maka inilah kita mencari titik singgung iman demi kebersamaan; itulah pengakuan ke-Ilahi-an Allah tanpa persekutuan. (QS 3: 64).

8. Tetapi kami insyafi sepenuhnya, yakin di dada tak bisa dipaksakan. Kami hormati segala nan tak bisa dipertemukan. (QS 109: 6).

9. Dalam keberbedaan itu, izinkan kami tetap mencintai ‘Isa & Maryam, meski kami tak bisa memohon kalian mentakjubi Muhammad.

10. Izinkan jua kami, membaca dengan berkaca-kaca betapa indah Surat dalam Quran yang berjudul Maryam. Gadis tersuci sepanjang zaman.

11. Najasyi Habasyah & Uskup-uskupnya, juga para Patriarkh Najran menitikkan airmata, dibacakan Surat Maryam. Berkenankah kalian jua?

12. Ini sungguh bukti bahwa Allah, Nabi, & Al Quran kami mengajarkan pemuliaan nan mengharukan pada Maryam & ‘Isa yang tiada duanya.

13. Termuliakanlah ‘Isa dengan penciptaan & kelahiran nan ajaib yang bagi kami begitu agung sebagaimana penciptaan Adam. (QS 3: 59).

14. Termulialah ‘Isa nan bicara dalam buaian. Salam sejahtera baginya di saat lahir, kelak diwafatkan, & nantinya dibangkitkan. (QS 19: 33)

15. Saudara Nasrani terkasih; kami mencintai ‘Isa, Nabi & RasulNya. Ruh & kalimatNya, yang ditiup-tumbuhkan dalam rahim suci Maryam.

16. #Natal ini, kalian rayakan kelahiran ‘Isa yang agung; tapi bagi kami tanggal 25 Desembernya agak membuat terkerut dahi bertanya-tanya.

17. Sebab Maryam nan sungguh berat ujiannya itu bersalin di saat kurma masak penuh tandannya. Kemungkinan itu Maret, bukan Desember.

18. Maafkan jika menyinggung hati, tapi sungguh telah ditulis para Sejarawan, 25 Des itu hari kelahiran Janus & Mitra, Dewa Matahari.

19. Sungguhpun ingin rasanya syukuri lahirnya Rasul Ulul ‘Azmi nan teguh hati; ‘Isa, agak tak nyaman hati kami dengan hari pagan ini.

20. Sayangnya, hampir seluruh gereja sudah menyepakatinya, sampai seorang Sejarawan memelesetkan ‘Son of God’ sebagai ‘Sun of God’.

21. Itulah awal-awal yang membuat kami berat hati untuk ucapkan Salam Natal. Ini harinya Janus & Mitra. Bukan harinya ‘Isa, kawan terkasih.

22. Tentu tradisi ribuan tahun dengan salju & cemara, pohon sesembahan pagan Eropa itu tak bisa kami paksa untuk diubahkan seenaknya.

23. Tinggal kini, dalam hasrat hati tuk membalas penghormatan yang kalian berikan di ‘Idul Fitri & Adhha, kami kan simak para ‘ulama.

24. Sungguh, agama ini memerintahkan untuk membalas tiap pemuliaan dengan penghargaan yang lebih baik, minimal senilainya. (QS 4: 86)

25. Yang disepakati para ‘ulama atas keharamannya adalah keterlibatan dalam segala yang bernilai ritual & ibadah. Pun jua Fatwa MUI.

26. Jika keterlibatan dalam kegiatan Natal nan bersifat ibadah & ritual disepakati haramnya, para ‘ulama ikhtilaf pada soal ucapan selamat.

27. Yang membolehi selamat Natal al Dr. Musthafa Az Zarqa, Dr. Yusuf Al Qaradlawy; menyebut tahniah tak terkait dengan ridha atas ‘aqidah.

28. Tahniah Natal, kata keduanya; bisa menjadi da’wah sebagaimana Ibrahim bicara tentang tertuhannya bintang, bulan, mentari. (QS 6: 77-83)

29. Oh iya, QS 6: 77-83 TIDAK berkisah tentang ‘Ibrahim Mencari Tuhan’, tapi ‘Ibrahim Berda’wah’, demikian ditegaskan Al Qurthuby.

30. Maka tahni-ah Natal yang diikuti komunikasi intensif sebagaimana dilakukan Ibrahim pada penyembah bintang, bulan, mentari adalah indah.

31. Dr. Abdussattar memberi catatan kemubahan tahni-ah Natal ini dengan kehati-hatian memilih diksi. Doa menuju hidayah lebih dianjurkan.

32. Adapun Al ‘Utsaimin, Lajnah Fatwa KSA (Kerajaan Saudi Arabia), dll cenderung mengharamkan tahni-ah Natal tersebab hal itu sama dengan meridhai ‘aqidah keliru.

33. Jadi ikhtilaf ‘Ulama terkait tahni-ah Natal ini ada di ranah pemaknaan kalimat ucapan tersebut. Masing-masingnya lalu mengajukan dalil.

34. Ulamapun berfatwa sesuai konteks di seputarnya, tentu ada perbedaan lingkungan sosial nan melatarbelakangi fatwa nan tak sama.

35. Lajnah Fatwa KSA & Al Utsaimin menjawab di negeri yang nyaris tiada Nasrani. Al Qaradlawy&Az Zarqa berfatwa tuk masyarakat majemuk.

36. Bagaimana sikap atas beda fatwa ucapan Natal? Kata Asy-Syafi’i, Al Khuruj minal Ikhtilaafi Mustahabb: keluar dari selisih itu disukai.

37. Dengan jernih hati & mengukur kapasitas diri, kita bisa mempertimbangkan kedua-duanya. Ada keadaan-keadaan yang harus dicermati.

38. Ikhtilaf ahli ilmu insyaaLlah menjadi kemudahan bagi kita untuk beramal yang tak sekedar benar, melainkan juga tepat & cerdas.

39. Akan ada yang menghajatkan fatwa Al Qaradlawy & Az Zarqa, al; di wilayah muslim minoritas, keluarga majemuk nan erat hubungan dll .

40. Akan ada juga yang hajatkan fatwa Al ‘Utsaimin pada posisi memelihara ‘izzah agama. Misalnya Raja KSA sebagai Khadimul Haramain.

41. Kata Abu Hanifah; yang terpenting BUKAN mengamalkan pendapat kami atau tidak. Melainkan mengetahui bagaimana kami menetapkannya.

42. Dan adalah dosa; mengatasnamakan ‘ulama tuk haramkan sesuatu; padahal mereka tidak; cermati misalnya Fatwa MUI ini: http://media.isnet.org/antar/etc/NatalMUI1981.html

43. Mengamalkan atau tak mengamalkan; jauh lebih ringan dari soal menghalalkan & mengharamkan; karena ia adalah haq Pembuat Syari’at.

44. Sebab itu; para ‘Ulama mengistilahkan beda pendapat Fiqh dalam dimensi SHAWAB (tepat) & KHATHA’ (keliru), bukannya HAQ & BATHIL.

45. Maka dengan ilmu memadai, mari beramal terbaik bagi iman kita pada Allah, bagi misi kita sebagai ummat terbaik di tengah manusia.

46. Demikian bincang Natal. Semoga tak kecewa karena jawabnya tak satu. Sebab Salim, terlalu bodoh untuk lancang mentarjih ikhtilaf Ulama;)

*sumber: http://www.donasidakwah.com/2011/12/kultwit-ustadz-salim-fillah-tentang.html?m=1

Ana teringat kembali akan nasehat Syaikhut Tarbiyah Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah Allahu Yarham...

Dakwah adalah Cinta...

Memang seperti itu dakwah.
Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.

Sampai pikiranmu.
Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.

Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah.
Tentang umat yang kau cintai.

Lagi-lagi memang seperti itu dakwah.
Menyedot saripati energimu.
Sampai tulang belulangmu.
Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu.
Tubuh yang luluh lantak diseret-seret.
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah.
Beliau memang akan tua juga.
Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yang diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz.
Dia memimpin hanya sebentar.
Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung.
Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah.
Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok.
Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal.
Toh memang itu yang diharapkannya, mati sebagai jiwa yang tenang.

Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik.
Kepalanya sampai botak.
Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana.

Kurang heroik..?

Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah.
Luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak...!!!

Justru kelelahan.
Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya.

Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.
Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani.
Justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi.

Akhirnya menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman.
Lalu terus berkobar dalam dada.

Begitu pula rasa sakit.
Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka.
Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.

Begitupun Umar.
Saat Rasulullah wafat, ia histeris.
Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk.
Bukannya tidak cinta pada abu Bakar.
Tapi saking seringnya “ditinggalkan”, hal itu sudah menjadi kewajaran.
Dan menjadi semacam tonik bagi iman.

Karena itu kamu tahu.
Pejuang yang heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore.
Yang takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu.

Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah.
Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar.
Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar.

Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati,

“ya Allah, berilah dia petunjuk, sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang.“

Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak.
Jasadnya dikoyak beban dakwah.
Tapi iman di hatinya memancarkan cinta.
Mengajak kita untuk terus berlari.

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
(alm. Ust Rahmat Abdullah)

Kalau iman dan syetan terus bertempur.
Pada akhirnya salah satunya harus mengalah.

In memoriam Ust. Rahmat Abdullah La’allanaa fii barokatillah...

Ya Allah, karuniakanlah kami panasnya iman yang mampu membakar ruh HAMASAH untuk terus bermujahadah dengan penuh kesabaran...

Aamiin.
#Lelah_itu_Nikmat_karena_Dakwah_adalah_Cinta

Ana teringat kembali akan nasehat Syaikhut Tarbiyah Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah Allahu Yarham...

Dakwah adalah Cinta...

Memang seperti itu dakwah.
Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.

Sampai pikiranmu.
Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.

Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah.
Tentang umat yang kau cintai.

Lagi-lagi memang seperti itu dakwah.
Menyedot saripati energimu.
Sampai tulang belulangmu.
Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu.
Tubuh yang luluh lantak diseret-seret.
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah.
Beliau memang akan tua juga.
Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yang diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz.
Dia memimpin hanya sebentar.
Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung.
Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah.
Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok.
Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal.
Toh memang itu yang diharapkannya, mati sebagai jiwa yang tenang.

Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik.
Kepalanya sampai botak.
Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana.

Kurang heroik..?

Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah.
Luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak...!!!

Justru kelelahan.
Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya.

Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.
Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani.
Justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi.

Akhirnya menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman.
Lalu terus berkobar dalam dada.

Begitu pula rasa sakit.
Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka.
Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.

Begitupun Umar.
Saat Rasulullah wafat, ia histeris.
Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk.
Bukannya tidak cinta pada abu Bakar.
Tapi saking seringnya “ditinggalkan”, hal itu sudah menjadi kewajaran.
Dan menjadi semacam tonik bagi iman.

Karena itu kamu tahu.
Pejuang yang heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore.
Yang takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu.

Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah.
Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar.
Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar.

Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati,

“ya Allah, berilah dia petunjuk, sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang.“

Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak.
Jasadnya dikoyak beban dakwah.
Tapi iman di hatinya memancarkan cinta.
Mengajak kita untuk terus berlari.

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
(alm. Ust Rahmat Abdullah)

Kalau iman dan syetan terus bertempur.
Pada akhirnya salah satunya harus mengalah.

In memoriam Ust. Rahmat Abdullah La’allanaa fii barokatillah...

Ya Allah, karuniakanlah kami panasnya iman yang mampu membakar ruh HAMASAH untuk terus bermujahadah dengan penuh kesabaran...

Aamiin.
#Lelah_itu_Nikmat_karena_Dakwah_adalah_Cinta