KAIRO: Kementerian Luar Negeri Mesir pada Sabtu mengutuk serangan
terhadap suku kecil Muslim di Myanmar dan mengatakan utusannya di negara
berpenduduk sebagian besar Buddha itu melihat kerusakan luas akibat
bentrok aliran tersebut.
Pernyataan kementerian itu dikeluarkan sehari setelah pengunjukrasa di Kairo membakar bendera Myanmar.
Juru bicara kementerian itu Amr Rushdi mengutuk aksi kekerasan terhadap warga Muslim di Myanmar, kata pernyataan itu.
Utusan Mesir di Myanmar menyaksikan "satu kerusakan luas yang menimpa
masing-masing masyarakat itu, dan jelas daerah-daerah Muslim lebih
banyak jadi sasaran aksi kekerasan dan kehancuran." Rushdi mengatakan ia
memahami betapa marahya rakyat Mesir atas serangan-serangan terhadap
warga Muslim itu, tetapi mengatakan Mesir berjanji akan melindungi
misi-misi asing dan menyeru masyarakat tenang dan meberikan kesempatan
pada diplomasi.
Para pemrotes menyerbu kedubes-kedues Israel dan Suriah di Kairo tahun lalu.
Partai Kemerdekan dan Keadilan, yang mengajukan Presiden Mohammed
Moursi dalam pemihan presiden Juni, mendesak kementerian luar negeri
melakukan tindakan-tindakan nyata untuk menghentikan apa yang disebutnya
pembersihan etnik minoritas Rohingya Muslim di Myanmar.
Kekerasan yang meletus Juni di negara bagian Rakhine antara warga
Buddha dan Rohigya menewaskan 80 orag dari kedua pihak , kata data
resmi.
Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch yang berpangkalan di New
York mengatakan angka itu tampaknya "ditaksi terlalu rendah," dan
menuduh pasukan menembaki warga Muslim dan melakukan perkosaan.
Ratusan pria Rohingya dan anak laki-laki ditahan dan tetap berada dalam
tahanan di daerah barat negara yang dulu bernama Burma itu, katanya
dalam satu laporan pekan ini.
Pemerintah Myanmar memperkirakan 800.000 warga Rohingya tinggal di
negara itu sebagai warga asing, sementara banyak warga menganggap mereka
sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan meganggap mereka musuh.
Presiden Thein Sein Juli mengemukakan kepada PBB bahwa kamp-kamp
pengungsi atau deportasi adalah solusi bagi Rohingya. (Antara/AFP/arh)
Yogyakarta (ANTARA
News) - Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengaku prihatin dengan
tragedi kemanusiaan yang terjadi atas warga Muslim Rohingya yang
mengalami diskriminasi di Myanmar.
"Dari segi kemanusiaan, tragedi yang terjadi pada warga Rohingya
membuat kami sedih apalagi masih dikawasan ASEAN dan terjadi atas
saudara-saudara kita sesama muslim," kata Mensos disela-sela kunjungan
kerjanya ke Yogyakarta, Kamis.
Mensos menyatakan, perlakuan-perlakuan yang diterima warga Rohingya
di Myanmar seperti dibakar dan aksi kekerasan lainnya dalam era
peradaban saat ini tidak layak lagi apapun alasannya.
"Yang terjadi atas warga Rohingya membuat masyarakat ASEAN prihatin
apalagi mereka sudah bertahun-tahun tinggal disana bukan satu dua
tahun," tambah Mensos.
Muslim Rohingya yang tinggal di Myanmar tidak diakui sebagai warga
negara sehingga memicu kekerasan terhadap mereka, yang akhirnya membuat
warga Rohingya mencari suaka ke negara lain termasuk Indonesia melalui
kapal laut bahkan ada yang terdampar.
Mensos pada kesempatan itu mempertanyakan definisi warga negara,
sebab menurut Mensos jika orang sudah tinggal bertahun-tahun bahkan
sampai ratusan tahun berarti apapun itu mereka dikategorikan sebagai
warga negara bersangkutan.
Mensos menyatakan optimis Pemerintah akan turun tangan menangani
kasus tersebut karena permasalahan Rohingya berada di kawasan ASEAN.
Mensos juga mengapresiasikan lembaga-lembaga kemanusian yang sudah turun
memberikan bantuan terhadap Muslim Rohingya.
(D016)
sedangkan pak esbeye malah bilang....
Jakarta
Spontanitas berbagai elemen masyarakat untuk menyampaikan bantuan bagi
etnis Rohingya yang menjadi korban konflik komunal di Myanmar,
diapresiasi oleh pemerintah. Namun, agar bantuan tepat sasaran dan tidak
menimbulkan kesalahpahaman dari Myanmar, metode penyalurannya sebaiknya
dikonsultasikan dengan Kementerian Luar Negeri.
"Saya
berterimakasih dan memberi penghargaan atas bantuan kemanusiaan bagi
etnis Rohingya. Agar bentuk kepedulian dan solidaritas bisa diwujudkan
dengan sasaran yang tepat, saya harap konsultasikan dengan Kementerian
Luar Negeri," kata Presiden SBY.
Pada keterangan pers di kediaman
pribadinya di Cikeas, Bogor, Sabtu (4/8/2012) sore, secara khusus pesan
tersebut disampaikan SBY untuk mengingatkan komunitas dan komponen
masyarakat yang berniat ke Myanmar. Konsultasi mengenai mekanisme
penyaluran bantuan diperlukan agar tidak menimbulkan masalah baru
seperti di masa-masa sebelumnya.
"Di waktu lalu banyak
spontanitas, begitu saja komponen dari Indonesia datang ke negeri lain.
Begitu ada masalah diplomatik seperti imigrasi dan sebagainya, akhirnya
pemerintah yang turun tangan dan menyelesaikannya. Kita tidak berharap
itu terjadi lagi," terang SBY.
Indonesia juga pernah berada dalam
posisi seperti Myanmar sekarang ini, yaitu ketika menangani konflik
komunal di Poso dan Ambon. Pada saat itu pemerintah juga memutuskan
berhati-hati menerima tawaran bantuan kemanusian dari komunitas tertentu
negara lain, sebab ada pertimbangan menghindari situasi yang lebih
buruk.
Lebih lanjut Presiden SBY menegaskan kesiapan Pemerintah
RI untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingya. Termasuk
membangun kembali perkampungan yang rusak serta penyelesaian konflik
komunal yang sebenarnya telah terjadi selama bertahun-tahun.
"Saya
ingin kepedulian, solidaritas dan tawaran agar Indonesia turut cari
solusi di satu sisi benar-benar bisa terwujud. Tapi di sisi lain, jangan
sampai menimbulkan salah terima dan persepsi keliru dari pemerintah
Myanmar. Sehingga kontribusi kita membawa kebaikan bagi Myanmar,
Indonesia, ASEAN dan dunia," tegas SBY.
semakin terlihat seperti apa sebenarnya presiden kita yang tercinta itu...