Senin, 28 Oktober 2013

Belajar pada Uwais Al Qornie

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Hari ini kita harus belajar banyak pada Uwais al-Qornie (w. 657 M). Belajar untuk tetap yakin bahwa Allah SWT pasti akan membalas sekecil apa pun kebaikan kita, meski sepi dari apresiasi manusia.

Sosok sejarah ini teramat agung di mata Allah dan Rasul-Nya. Buah keikhlasan dan kesabarannya, Allah SWT menyilahkan sebelum beliau masuk surga nanti untuk memberi syafaat kepada dua kaumnya dan Nabi menyebutnya sebagai orang yang sangat terkenal di Langit meski tidak dikenal di bumi.

Sosok tabi’in mulia ini sebenarnya hidup di masa Rasulullah SAW namun karena tidak berjumpa dengan beliau, maka bukan berkategori shahabat.

Definisi shahabat dalam Ilmu Hadits adalah mereka yang hidup di masa Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan pernah berjumpa atau melihat meski sekali wajah Rasulullah SAW.

Uwais, pemuda asal Qaran, Yaman ini hari itu berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke pasar ternak. Ibunya yang sudah sepuh dan lumpuh memberinya restu.

Di salah satu sudut pasar pemuda bersuku Muraad ini membeli lembu atau kerbau yang masih kecil. Setelah deal harga, lelaki berwajah belang karena penyakit sopak ini membawanya pulang dengan memanggulnya.

Hari-hari Uwais yang dikenal sebagai penggembala kambing ini kini dilaluinya dengan aktivitas yang aneh.
Setiap pagi dan sore, Uwais menggedong lembunya dari rumah menuju bukit yang ia buatkan kandang di atasnya.

Jelas saja, aktivitas nyeleneh ini hanya menambah daftar cemoohan orang kepadanya yang memang bagi Uwais sendiri adalah menu akrab sejak sepeninggal ayahnya, Amir ibn Juz ibn Muraad al-Qairani.

Lebih-lebih setelah dirinya mengidap penyakit sopak yang membelangkan tubuhnya. Panggilan gila sering mampir di telinganya.

Kini sehari-hari Uwais memanggul lembu dari rumah ke bukit. Dinikmatinya setiap ejekan tetangga, karena dalam benaknya hanya satu; fisik beliau semakin hari semakin kuat hingga jelang bulan haji ia bisa menggendong sang ibu untuk berangkat menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Bakkah atau Makkah.

Rupanya ini jawabannya; ia membeli lembu kecil dan lalu memanggulya setiap hari adalah dalam rangka melatih fisiknya supaya terbiasa dan kuat saat bulan haji nanti tiba.

Sejak ibunya yang buta dan lumpuh itu menyampaikan hasrat hatinya ingin berangkat haji, Uwais hanya bisa memaku-merenung.

Dirinya bukan orang berpunya; hasil gembala kambing habis hanya untuk makan dirinya dan ibunya di hari itu. Sementara dirinya teramat ingin membahagiakan sang ibu. Sehingga tercetuslah ide membeli lembu.

Kini bobot lembu sudah mencapai 100 kg, dan aktivitas nyeleneh ini pun disudahinya. Dan di pagi itu Uwais merapat kepada sang bunda. “Ibu, mari kita berangkat haji” “Dengan apa, Nak! Mana ada bekal untuk ke sana.”
Sahut sang ibu dengan raut kaget.

”Mari, Bu. Aku gendong ibu. Perbekalan insya Allah cukup. Jatah makanku selalu aku tabung. Fisik ini insya
Allah sudah cukup kuat,” ujar Uwais meyakinkan sang ibu.

Sang ibu hanya bisa memburai air mata. Dan pagi itu Uwais sang anak shaleh ini menyaruk kaki, melintasi sahara panas dengan menggendong sang ibu tercinta.

Berminggu-minggu ia lewati perjalanan mission impossible sejauh 600 km ini dengan penuh ikhlas dan sabar.

Sampai akhirnya Ka’bah pun sudah berada persis di depan matanya. Mereka berdua pun akhirnya berhaji,
menyempurnakan keberislaman mereka.

Allahu Akbar. Perjuangan yang berbuah manis. Benarlah janji Allah, setiap kebaikan sekecil apa pun kebaikan itu pasti akan ada balasannya dari Allah. Sungguh setiap langkah Uwais telah menggetarkan langit.

Pantaslah para malaikat terkesima dan membalas tasbih tak henti. Bakti yang luar biasa dan amal kebaikan yang tak bertepi dari Uwais mengangkat diri beliau sebagai sosok yang sangat masyhur di seantero langit.

Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib pernah diminta Rasulullah untuk memintakan doa kepada Uwais al-Qornie. Karena doanya tidak berpenghalang dan pasti diijabah. Bagaimana dengan kita, siapkah belajar kepadanya? Insya Allah

��DOSEN JIL  Mahasiswa��

DOSEN :  "Saya bingung, banyak Umat Islam diseluruh dunia lebay..
Kenapa harus protes dan demo besar-besaran cuma karena tentara amerika menginjak, meludahi dan mengencingi Al-Quran?
Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media tempat Quran ditulis saja kok...
Yang Quran nya kan ada di Lauh Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim yang mesti dicerdaskan."
������

Meskipun pongah namun banyak mahasiswa yang setuju dengan pendapat dosen liberal ini.
Memang Quran kan hakikatnya ada di Lauh Mahfuz.


Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian kelas. Sang mahasiswa kreatif mendekati dosen kemudian mengambil diktat kuliah si dosen, dan membaca sedikit sambil sesekali menatap tajam si dosen.
������

Kelas makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
������

MAHASISWA : "Wah, saya sangat terkesan dengan hasil analisa bapak yg ada disini."
ujarnya  sambil membolak balik halaman diktat tersebut.
������

"Hhuuh­hh...." semua orang di kelas itu lega karena mengira ada yang tidak beres.
������

Namun Tiba-tiba sang mahasiswa meludahi, menghempaskan dan kemudian menginjak-injak diktat dosen tsb. 

Kelas menjadi heboh. Semua orang kaget, tak terkecuali si dosen liberal.


DOSEN : "kamu?! Berani melecehkan saya?! Kamu tahu apa yang kamu lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah hasil pemikiran saya?! Lancang kamu ya?!"
��

Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang mahasiswa kreatif, namun ia dengan cekatan menangkis dan menangkap tangan si dosen. 

MAHASISWA : "Marah ya pak? Saya kan cuma nginjak kertas pak. Ilmu dan pikiran yang bapak punya kan ada di kepala bapak. Ngapain bapak marah yang saya injak cuma media kok. Wong yang saya injak bukan kepala bapak. Kayaknya bapak yang perlu dicerdaskan ya?? 

DOSEN : "#%&/&%@%&*/­ (#@@##???.." (speechless) 
Si dosen merapikan pakaiannya dan segera meninggalkan kelas dengan perasaan malu yang amat sangat.

TOLONG di Share, jgn diabaikan--semoga menjadi amal sholih 

Sekilas nasihat dari seorang Ikhwah:

Ikhwati fillah... Semoga keridhaan Allah swt beserta kita semua...

Ikhwati fillah, saat ini kondisi ummat sebenarnya sedang parah2nya... Luar biasa deh pokoknya. Kemaksiatan itu sudah makanan sehari2, bukan saja orang sudah tidak malu lagi, bahkan banyak yang menjadi pembela dan pengkampanye-nya...

Namun yang menyedihkan bukan itu sebenarnya. Yang menyedihkan adalah ketika semangat para da'i ikut "luntur" tergerus paham hedonisme tersebut. Jangankan untuk aktif berda'wah dalam arti yang luas. Menjaga konsistensi halaqoh dan ruhiyah pribadi saja kita gagal.

Ikhwah fillah, berhati2lah terhadap sesuatu "yang kesannya sebuah nikmat" tetapi ternyata justru membuat kita semakin jauh dari Allah swt, semakin lalai, dan tidak menambah portofolio da'wah kita...

Jika dulu saat mahasiswa kita begitu kuatnya berda'wah, dan ketika mendapat pekerjaan kita justru jadi "lembek", penuh alasan (yang terkesan rasional), maka hati2lah, jangan2 pekerjaan itu sedang jadi cobaan untuk kita, sedang jadi fitnah yang menguji apakah kita masih hamba2 Allah yang taat atau tidak. Dan "sial"nya, jika pekerjaan itu justru akan jadi sumber murka Allah swt dimasa depan. Jika benar demikian, bertaubatlah sebelum terlambat, sebab bisa jadi pekerjaan yang sudah membuat kita lalai dari kewajiban ruhiyah dan da'wah, ternyata juga sudah menjadi thoghut dan sesembahan baru bagi kita.

Jika dulu saat "sendiri" kita sangat aktif berda'wah, lalu ketika ada nikmat dengan hadirnya seorang suami/istri, lalu da'wah kita makin kendor, amalan ruhiyah kita makin nggak karuan. Maka berhati2lah, sebab bisa jadi suami/istri kita itu sudah menjadi sumber fitnah bagi kita. Bukankah dulu cita2 kita menikah dgn ikhwan/akhwat, agar da'wah ini terjaga? Lalu jika dengan menikah da'wah ini makin kendor, dikemanakan kah tujuan asasi pernikahan kader da'wah ini?

Jika demikian, hati2 ikhwah, karena fitnah itu takkan berhenti. Sebentar lagi kita bisa "naik jabatan" dan akan lebih sibuk lagi. Sebentar lagi kita punya anak atau anaknya bertambah, dan kita "akan lebih sibuk" lagi... Dst...

Hati2lah ikhwah fillah, jangan2 kita sudah jadi korban paham kebendaan (materialisme) secara tidak sadar. "Benchmark" kehidupan kita turun jauh... Dari tadinya para sahabat utama rasulullah, ke orang2 biasa, temen kantor, tetangga, atau orang ammah lainnya... Kita merasa sudah lebih hebat dengan sholat di masjid walau tak tepat waktu. Kita merasa sudah lebih hebat karena sudah bisa membaca qur'an walau cuma 1-2 halaman saja. Kita merasa sudah lebih hebat dengan qiyamul lali 1x sepekan, itu pun cuma 5menit, sambil ngantuk pula, dan kadang2 shubuhnya malah lewat...

Kita butuh kader2 militan. Kader2 yang tidak dikalahkan oleh alasan remeh temeh...
Sepertinya kita butuh membuka2 kembali catatan kita soal ahamiyatut tarbiyah dan ahamiyatud da'wah... Sebenernya, kenapa sih tarbiyah (dalam arti khusus) itu penting, kenapa da'wah itu penting?

Apa enaknya menjadi seorang kader da'wah? Apa pentingnya datang halaqoh? Apa pentingnya terlibat aktif dalam da'wah dan apa manfaatnya buat diri kita?

Ketika kewajiban2 da'wah (bahkan yang level minimal seperti hadir dalam liqo) sudah terasa berat, ada baiknya kita lakukan "medical check up" untuk hati kita.... Jangan2 debu2 dunia sudah terlampau hebatnya menutup seluruh permukaannya, sehingga cahaya hidayah itu sulit masuk. Kalaupun bisa masuk, hanya sekian persennya... Lalu efeknya, hati sebagai motor utama kebaikan itu menjadi lemah bergerak, terlalu lemah menginisiasi pemikiran dan motorik tubuh kita. Pekerjaan ringan jadi berat, pekerjaan berat menjadi tak terkira beratnya...

Jika itu yang terjadi, maka segera lakukan pembersihan besar2an, bertaubatlah kepada Allah swt, mendekatlah sedekat2nya... Percayalah, dari semua nikmat yang kita miliki di dunia ini, maka nikmat hidayah itu yang terbesar...! Buat apa nikmat sehat jika ujung2nya jadi ahli neraka? Buat apa nikmat harta jika ujung2nya hidup di neraka? Jangan pernah berpikir bodoh dengan menganggap bahwa "ah paling di neraka sebentar, di "cuci" doang! Kata siapa? Lagian, sebentar definisi neraka dan dunia itu jauh berbeda.

Alangkah sialnya seseorang yang sudah diberi tiket ke syurga, dan tugasnya cuma merawat tiket itu agar tidak rusak dan "magnetic"nya bisa digunakan di pintu syurga, lalu dia sia-siakan. Bukan hanya bagian magnetic tiketnya yang dia rusak, bahkan tiketnya dia buang!

Wahai para ikhwah, kembalilah ke rumah2mu, halaqoh2mu, tempat dulu pertama kali hidayah2 itu ditancapkan kuat2 ke dalam relung hatimu. Tempat dimana "tiket" hidayah itu menemukan tempat untuk "maintenance"nya.