Senin, 13 Januari 2014

Andai Laki-Laki Tahu

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan jatuh cinta
Lelaki itu tidak semestinya punya segalanya ;
Tetapi lelaki itu adalah segalanya di hatinya

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan itu mengalirkan air mata
Itu bukan bermakna dia lemah ;
Tetapi dia sedang mencari kekuatan untuk terus tabah mencintai
lelaki itu

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan marah
Memang dia tidak mampu mengawal perasaannya ;
Tetapi percayalah, itu maknanya dia sangat mengambil berat dan
menyayangi lelaki itu
Lihat saja pasangan yang baru bercinta
Mereka jarang bertengkar, Akan tetapi percayalah ...
Semakin bertambah sayang mereka pada seseorang
Maka akan semakin banyak pula sesuatu yang terjadi

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan cerewet
Dia tidak pernah bermaksud untuk membuat anda risih ;
Tetapi dia mahu lelaki mengenalinya dengan lebih dekat

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan berkata dia mau kamu berubah,
itu bukan bermakna dia tidak mahu menerima kamu apa adanya ;
Tetapi dia mau menjadikan anda lebih baik
Bukan untuk dirinya tetapi untuk masa depan anda

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan cemburu dan tidak percaya kamu
Bukan bermakna dia tidak sayang ;
Tetapi dia terlalu menyayangi kamu dan masih mengangap kamu
anak kecil yang masih memerlukan sepenuh perhatian
Terkadang dia terlalu risau sekiranya terlalu percaya
Kamu akan mengkhianati kepercayaan yang diberi
Naluri keibuannya sangat kuat
Dia hanya mengharapkan yang terbaik untuk kamu



sumber: fb

Andai Laki-Laki Tahu

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan jatuh cinta
Lelaki itu tidak semestinya punya segalanya ;
Tetapi lelaki itu adalah segalanya di hatinya

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan itu mengalirkan air mata
Itu bukan bermakna dia lemah ;
Tetapi dia sedang mencari kekuatan untuk terus tabah mencintai
lelaki itu

Andai lelaki tahu...
Apabila seorang perempuan marah
Memang dia tidak mampu mengawal perasaannya ;
Tetapi percayalah, itu maknanya dia sangat mengambil berat dan
menyayangi lelaki itu
Lihat saja pasangan yang baru bercinta
Mereka jarang bertengkar, Akan tetapi percayalah ...
Semakin bertambah sayang mereka pada seseorang
Maka akan semakin banyak pula sesuatu yang terjadi

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan cerewet
Dia tidak pernah bermaksud untuk membuat anda risih ;
Tetapi dia mahu lelaki mengenalinya dengan lebih dekat

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan berkata dia mau kamu berubah,
itu bukan bermakna dia tidak mahu menerima kamu apa adanya ;
Tetapi dia mau menjadikan anda lebih baik
Bukan untuk dirinya tetapi untuk masa depan anda

Andai lelaki tahu...
Apabila perempuan cemburu dan tidak percaya kamu
Bukan bermakna dia tidak sayang ;
Tetapi dia terlalu menyayangi kamu dan masih mengangap kamu
anak kecil yang masih memerlukan sepenuh perhatian
Terkadang dia terlalu risau sekiranya terlalu percaya
Kamu akan mengkhianati kepercayaan yang diberi
Naluri keibuannya sangat kuat
Dia hanya mengharapkan yang terbaik untuk kamu



sumber: fb

 Mengenai Maksiat 

Beberapa Fawaid Kajian Semalam (utk di-share)
-------------------------

Meremehkan dosa
Anas berkata:
إنكم لتعملون أعمالا هي أدق في أعينكم من الشعر وإنا كنا نعدُّها من الموبقات

"Sungguh, kalian benar-benar berbuat sesuatu yang kalian anggap ringan, lebih ringan di mata kalian ketimbang sehelai rambut. Sementara dulu, kami (para Sahabat) menganggapnya sebagai dosa besar yang (bisa) membinasakan (pelakunya)."

"Dosa kecil, jika diremehkan bisa menjadi besar. Dosa besar, jika dibarengi dengab rasa takut dan penyesalan, bisa menjadi dosa kecil. Ini kembali kepada hati" (Ibnul Qayyim)
Mengulang-ngulang dosa kecil.
Menurut pendapat yang masyhur di kalangan ulama, mengulang-ulang dosa kecil, termasuk dosa besar.

فعقوبة المعاصي، المعصية بعدها
Hukuman atas suatu maksiat adalah maksiat berikutnya (as-Sa'di)
Sombong, saat dinasehati dari maksiat

"Ngurusin orang aja, yang masuk neraka kan saya, emangnya kamu..."
Istighfar, tapi tetap melakukan dosa

استغفار بلا إقلاع توبة الكذابين

Istighfar tanpa menanggalkan maksiat, adalah tobatnya para pendusta (Fudhail bin 'Iyadh)

Makna istighfar ada tiga:
Meminta ditutupi aib dan dosa
Meminta dihapuskan dosa
Meminta dosa diganti dengan kebaikan

استغفارنا يحتاج إلى استغفار
"Istighfar yang kita lakukan membutuhkan istighfar--karena istighfar tersebut tidak mencegah kita dari maksiat--(Al Hasan al Bashri)

Tips melepaskan diri dari dosa:
Buatlah prestasi dengan amalan-amalan rahasia

Amalan rahasia jauh lebih utama daripada amalan yang nampak.

Menceritakan amalan rahasia adalah salah satu trik iblis yang sangat luar biasa.

Semakin rahasia suatu amalan, semakin tinggi dan berharga di sisi Allah. Seperti kisah 7 golongan yg dinaungi di akhirat kelak.

Sebaliknya, kemaksiatan hati yang tersembunyi, sangatlah dahsyat.

Kenapa menyembunyikan maksiat di hadapan manusia, lantas dinampakkan terang-terangan di hadapan Allah?

Orang yang demikian sifatnya, hanya dua orang saja;

1. Dia menganggap Allah tidak melihat, maka itu termasuk kemusyrikan.

2. Dia meremehkan Allah, menganggap Allah lebih kecil dari anak kecil. Karena dia saja malu berbuat maksiat di hadapan anak kecil.

Obat Candu Maksiat:
Yakini bahwa Allah tidak menciptakan kita sia-sia, kita akan dimintai pertanggungjawaban
Yakini adanya hisab
Apa saja yg akan dihisab di akhirat??
Buku catatan amal, pemilik catatan tsb, dan amalnya akan dihisab.
Yakini Allah melihat dan mengawasi setiap amal perbuatan kita
Yakini bahwa semua anggota tubuh kita akan bersaksi atas kita

**Disampaikan oleh Ust. Ahmad Zainuddin, Lc. 05 Rabiul Awwal 1435, Islamic Center al Hunafa Mataram.

MAHAR

Bismillahirrahmanirrahim. Wassholatu wassalamu alal anbiya-i wal murrsalin. Wa ala alihi wa ashabihi ajmain.
 (1)

Pengertian Mahar. Mahar atau maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada perempuan yang akan dinikahi, baik berupa materi ataupun nonmateri. Allah berfirman :

“Dan berikanlah mahar kepada perempuan-perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” (An Nisa : 4).

Dalam bahasa Arab maskawin disebut sebagai al mahr, an nihlah, al faridhah, ash shadaq dan an nikah. Para ulama telah bersepakat bahwa mahar adalah suatu hal yang disyari'atkan, namun menyebutkan mahar bukan merupakan syarat dalam akad nikah. Seandainya akad nikah dilaksanakan tanpa menyebutkan mahar, maka nikahnya tetap sah dan sang suami tetap berkewajiban memberikan mahar kepada isteri.

Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughnimenjelaskan, "Sesungguhnya nikah dianggap sah tanpa menyebutkan nama mahar saat akad nikah menurut sebagian besar ulama". Akan tetapi Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Menyebutkan mahar saat akad nikah bermanfaat untuk menghindari perselisihan dan dapat mencegah terjadinya pertengkaran dan permusuhan".
( 2)

Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitabMajmu' al Fatawa, "Mahar adalah salah satu rukun nikah dan menikah harus dengan mahar baik dengan ditentukan ataupun tidak. Pendapat yang mengatakan bahwa mahar bukanlah tujuan utama dari pernikahan adalah suatu pendapat yang tanpa hakikat dan tidak memiliki dasar. Sebab mahar adalah salah satu rukun nikah dan jika meletakkan persyaratan dalam mahar maka lebih berhak untuk dipenuhi, sebagaimana sabda Nabi saw:

"Sesungguhnya suatu syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah syarat yang dengannya dihalalkan bagi kalian untuk (menikmati) faraj wanita" (riwayat Bukhari).

"Harta bisa menjadi halal dengan adanya ganti," lanjut Ibnu Taimiyah, "akan tetapi faraj tidak dihalalkan kecuali dengan mahar. Nikah dapat sah tanpa menentukan dan menetapkan mahar, tapi bukan berarti meniadakan mahar. Sedangkan nikah muthlaq(tanpa menyebutkan mahar), tetap mewajibkan suami memberikan maharmitsli (mahar yang senilai dengan yang biasa diberikan kepada kerabat wanita tersebut). Yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an, As Sunnah dan ijma para ulama adalah, bahwa menikah dianggap sah tanpa menentukan mahar".
(3)

Hikmah Diberikannya Mahar. Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer menyebutkan ada empat hikmah disyari'atkannya mahar.

Pertama, menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanitalah yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang dicari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya. Karena itu yang melamar atau meminang dalam proses perkawinan lazimnya adalah laki-laki. Hal ini sangat berbeda dengan suku dan bangsa tertentu yang justeru membebankan kepada wanita baik hartanya atau harta keluarga agar sang laki-laki mau mengawininya.

Kedua, menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isteri, karena maskawin itu sifatnya pemberian, hadiah atau hibah yang oleh Al Qur’an disitilahkan dengan nihlah(pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar harga wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (An Nisa :4).

(4)

Ketiga, menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa dipermainkan. Karenanya tidak bisa seorang laki-laki menikahi seorang wanita, lalu setelah itu diceraikan, kemudian ia kembali mencari  wanita lain untuk diperlakukan seperti itu. Kalau orang yang belum menikah saja sudah memberi hadiah kepada calon isteri untuk menunjukan kesungguhan cintanya, apalagi semestinya saat dinikahi.

Karena itu, bila seandainya perkawinan mengalami perceraian, maka sang suami tidak boleh mengambil kembali maskawinnya itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan jika kamu ingin mengganti isteri kamu dengan isteri yang lain (cerai), sedang kamu telah memberikan seseorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata” (An Nisa :20).

Meskipun demikian bila perceraian terjadi sebelum suami melakukan hubungan dengan isteri, maka sang suami bisa mengambil separuh harta maskawin. Ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap pernikahan yang suci dan hubungan biologis bukanlah tujuan yang sesungguhnya dari pernikahan, Allah berfirman :

“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh oleh orang yang memegang ikatan nikah (Al Baqarah:237).

Keempat, menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karena laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangga. Untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan harta sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya, Allah berfirman:

“Laki-laki itu adalah pemimpin atas wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (An Nisa :34).
( 5)

Ketentuan Mahar. 

Karena mahar itu pemberian wajib dari calon suami, maka calon isteri adalah penerima hak mahar tersebut. Dengan demikian, apa bentuk mahar yang akan diberikan dan berapa banyak hendaknya dibicarakan kedua belah pihak sehingga saling meridhai dan tidak merepotkan salah satu pihak.
Beberapa prinsip berikut hendaknya diperhatikan tatkala menentukan bentuk dan besarnya mahar :

a. Mahar hendaknya sederhana

Tidak ada batasan baku mengenai besarnya mahar apabila berupa materi,  karena dalam nash-nash syar'i tidak ada dalil menunjukkan batas maksimal mahar.

Allah Ta'ala telah berfirman, "Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun " (An Nisa : 20).

Muhammad Shadiq Khan menjelaskan ayat di atas, "memberikan harta yang banyak dalam ayat tersebut bukan sebagai pemberian batas maksimal mahar, tetapi hanya sekedar ungkapan kiasan yang berarti banyak". Jika Allah Ta'ala memaksudkan ayat ini sebagai batasan maksimal mahar sudah pasti Allah akan melarang kita melebihinya.

Kendati tidak ada batas maksimal, bukan berarti boleh berlomba-lomba memperbesar mahar, sebab Islam menghendaki agar mahar ini tidak menjadi faktor pemberat yang akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pernikahan. Rasulullah saw telah  bersabda :

“Sungguh sebaik-baik kaum perempuan adalah yang paling ringan tuntutan maharnya” (riwayat Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas).

Demikian pula Rasul saw pernah bersabda, "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan".
( 6)

Bukannya Rasul saw ingin meremehkan kaum perempuan dengan rendahnya mahar, tetapi beliau tidak menginginkan kesulitan dalam proses pernikahan. Semangat ini jualah yang tampak pada diri Umar bin Khathab tatkala ia berpesan, “Janganlah berlebihan dalam memberikan mahar kepada perempuan, sebab Rasulullah saw menikah dan menikahkan puterinya tidak lebih dari mahar empat ratus dirham. Seandainya meninggikan nilai mahar ada manfaat bagi kemuliaan perempuan di dunia atau menambah ketakwaannya, tentu Rasulullah saw adalah orang yang pertama kali melakukan”.

Pernah Rasul saw memberikan mahar empat ribu dirham atau senilai dengan empat ratus dinar, ketika menikah dengan Ummu Habibah. Mahar yang termasuk besar itu merupakan hadiah dari raja Najasyi yang berkuasa di Habasyah pada waktu itu, sehingga untuk ukuran seorang penguasa nilai itu tidaklah besar.  Diriwayatkan oleh  Urwah, dari Ummu Habibah, bahwa Rasul saw menikahinya ketika dia berada di negeri Habasyah.

Dia dinikahkan oleh An Najsyi –raja Habasyah- dan diberikan maharnya empatratus dinar, yang disiapkan oleh Najasyi. Waktu itu Najasyi mengirimkan bersama Syurahbil bin Hasanah, dan Rasulullah saw tidak mengirimkan sesuatupun kepadanya, sedang mahar isteri-isterinya empatratus dirham (riwayat Nasa’i).

Namun dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa mahar Nabi saw kepada isteri-isterinya adalah limaratus dirham. Diriwayatkan oleh Abu Salamah bin Abdurrahman  bahwa dia bertanya kepada A'isyah, isteri Nabi saw, “Berapa besar mahar Rasulullah saw?” A'isyah menjawab, “Mahar beliau kepada isteri-isterinya adalah sebesar duabelas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu apakah satu nasy itu?”

Salamah menjawab, “Tidak”. A'isyah menjawab, “Setengah uqiyah. Semua itu berarti limaratus dirham. Maka inilah mahar Rasulullah saw kepada isteri-isterinya” (riwayat Muslim).
( 7)

Ada contoh mahar senilai seratus ribu dirham. Uqbah bin Amir menceritakan bahwa Nabi saw bersabda kepada seorang laki-laki, “Maukah engkau aku nikahkan dengan Fulanah?” Dia  menjawab, “Mau”. Beliau bertanya kepada si wanita, “Maukah aku nikahkan kamu dengan Fulan?” Dia menjawab, “Mau”. Kemudian beliau menikahkan keduanya, dan si laki-laki menggauli isterinya tetapi belum menentukan mahar dan belum memberikan sesuatu. Laki-laki ini  mengikuti peristiwa Hudaibiyah, sedangkan mereka yang ikut peristiwa Hudaibiyah mendapatkan bagian kebun di Khaibar.

Ketika laki-laki itu hendak meninggal dunia, dia berkata, “Rasulullah saw telah menikahkan aku dengan Fulanah, tetapi aku belum menentukan maharnya dan belum memberikan sesuatu apapun. Sekarang aku persaksikan kepada kalian bahwa aku memberinya mahar berupa bagianku di Khaibar”. Kemudian si wanita mengambil bagian di Khaibar itu dan menjualnya dengan harga seratus ribu dirham (riwayat Abu Dawud).

Ada contoh lain, mahar berupa emas sebesar biji kurma. Anas menceritakan bahwa Nabi saw melihat pada Abdurrahman bin Auf bekas berwarna kekuningan, lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Saya menikah dengan seorang wanita dengan mahar emas sebesar biji kurma”. Beliau saw bersabda, “Mudah-mudahan Allah memberi berkah kepadamu” (riwayat Bukhari dan Muslim).
(8)

Namun pada sisi yang lain Rasul juga pernah menikahkan seorang lelaki fakir yang tidak memiliki harta, dengan mahar berupa hafalan Al Qur’an. “Apakah engkau memiliki sesuatu untuk mahar?” Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, tidak punya wahai Rasulullah”. Belaiau berkata, “Pergilah ke rumah keluargamu dan lihatlah barangkali engkau dapat memperoleh sesuatu”. Lalu ia pergi dan kembali lagi sambil berkata, “Tidak ada wahai Rasulullah, saya tidak mendapatkan sesuatu apapun”.

Beliau saw bersabda lagi, “Lihatlah, walaupun hanya sebentuk cincin dari besi”. Lalu dia pergi dan kembali lagi sembari berkata, “Tidak ada wahai Rasulullah, bahkan cincin besipun tidak ada. Hanya ini izar –pakaian untuk menutup separuh tubuh bagian bawah”. Sahl bin Sa’ad As Sa’di berkata, “Dia tidak memiliki rida’ –pakaian untuk menutup separuh tubuh bagian atas- untuk setengahnya”.

Rasulullah saw bersabda, “Apa yang akan engkau lakukan dengan izarmu? Jika engkau pakai maka dia tidak mendapatkan apa-apa, dan jika dia pakai maka kamu tidak mengenakan apa-apa”. Maka duduklah laki-laki itu dalam waktu cukup lama. Kemudian dia pergi dan Rasulullah melihatnya, lalu menyuruh agar dia dipanggil. Setelah dia datang, beliau bertanya, “Apa yang engkau hafal dari Al Qur’an ?” Dia menjawab, “Saya hafal surat ini dan surat ini” sambil menghitung surat-surat itu.

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau dapat membacakan kepadanya dengan hafalan?” Dia menjawab, “Bisa”. Beliau bersabda, “Pergilah, aku telah mengawinkanmu dengannya dengan mahar ayat Al Qur’an yang ada padamu” (riwayat Bukhari dan Muslim).

Ibnu Abbas menceritakan, bahwa ketika Ali menikah dengan Fatimah, Rasulullah saw berkata kepada Ali, “Berikanlah sesuatu (mahar) kepadanya”. Ali menjawab, “Saya tidak punya apa-apa”. Beliau bertanya, “Mana baju besi huthamiyah punyamu?” Ali menjawab, “Dia ada padaku”. Sabda Nabi, “Berikanlah kepadanya” (riwayat Nasa’i).

Demikian juga pernah seorang wanita dari Banu Fazarah dinikahi seorang lelaki dengan mahar sepasang alas kaki. Rasulullah saw bertanya, "Apakah engkau relakan dirimu dengan (mahar berupa) sepasang alas kaki?" Wanita itu menjawab, "Ya". Maka beliau saw membolehkan mahar itu diberikan kepada wanita tersebut (riwayat Tirmidzi).

Pada contoh pernikahan Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, maharnya berupa keislaman Abu Thalhah. Dengan demikian, bagi orang-orang kaya diperbolehkan memberikan mahar setingkat dengan kekayaannya, dan orang-orang miskin memberikan mahar sesuai kemampuan dirinya.
(9)

b. Hendaknya mahar memberikan manfaat optimal

Mahar boleh berbentuk uang, barang, ataupun sesuatu yang bersifat nonmateri. Mahar yang berbentuk uang ataupun barang, hendaknya dipikirkan kemanfaatannya, bukan sensasi dari adanya mahar tersebut. Misalnya, ada seorang laki-laki yang memberikan mahar kepada isterinya uang sejumlah angka yang terbentuk dari tanggal, bulan dan tahun pernikahan dengan maksud untuk mengabadikan kenangan dan tentu saja adanya sensasi. Jika mereka menikah pada tanggal 30 Januari 2014 maka maharnya uang sebesar 30.012.014 rupiah.

Yang seperti itu tidak terlarang, hanya bisa menyulitkan diri sendiri dengan besarnya uang, apalagi kalau sampai mengharuskan diri dengan mahar yang seperti itu. Jika mahar berbentuk barang hendaknya dipikirkan barang apa yang akan memberikan kemanfaatan optimal tidak hanya sekedar mencari sensasi dengan memberikan barang yang aneh atau antik sebagai mahar.

Mahar bisa berupa nonmateri, inipun harus dipilihkan pemberian yang memberikan kemanfaatan optimal. Apa yang dilakukan oleh Ummu Sulaim tatkala dilamar oleh Abu Thalhah yang kafir merupakan salah satu pelajaran berharga bagaimana mahar nonmateri bisa memberikan kemanfaatan optimal. Ia ingin mahar pernikahannya  adalah keislaman Abu Thalhah. Ungkapan Tsabit ra berikut menggambarkan betapa bermanfaat mahar tersebut, “Aku belum pernah mendengar seorang perempuan yang lebih mulia maharnya daripada Ummu Sulaim” (riwayat Nasa’i, dari Tsabit).
(10)

c. Mahar tidak boleh diambil kembali

Setelah selesai akad nikah, apalagi ketika telah terjadi hubungan suami isteri, mahar tidak boleh diminta lagi oleh pihak suami, sebab mahar adalah milik atau hak mutlak isteri. Kecuali ketika sang isteri merelakan sebagian atau seluruh mahar tersebut dikembalikan kepada suami, maka tidak ada larangan bagi mereka, sebagaimana firman Allah :

“Kemudian jika menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (An Nisa : 4).

Oleh karena itu, calon suami harus memikirkan dengan masak-masak apa yang akan diberikan sebagai mahar kepada isterinya nanti, agar tidak memunculkan penyesalan setelah akad nikah. Seandainya seorang laki-laki menabung dari sejak muda belia, lalu dengan uang tabungan itu ia membeli sebuah rumah, pada saat pernikahan ia berikan rumah tersebut sebagai mahar bagi isterinya. Seusai akad nikah, atau setelah terjadinya hubungan suami isteri,  maka rumah tersebut telah berpindah kepemilikan, yaitu menjadi milik sah isteri karena menjadi mahar. Suami tidak boleh menyesal setelah itu karena ia tidak memiliki rumah lagi.

Konsekuensi hukum dari kepemilikan ini tentu luas, apabila suami meninggal dunia, maka rumah tersebut bukan merupakan harta yang ikut diwariskan karena bukan miliknya lagi. Seandainya mereka bercerai, maka rumah tersebut mengikut isteri karena milik isteri. Demikian juga apabila rumah tersebut dijual sang isteri, maka menjadi hak penuh bagi isteri seluruh hasil penjualan rumah tersebut.
( 11)

d. Pemerintah Membantu Urusan Mahar

Pemerintah berkewajiban memberikan bantuan baik secara moral maupun material kepada setiap warganya yang akan melaksanakan pernikahan, sementara mereka tidak mampu membayarkan mahar.

Diceritakan dari Abdul Muthalib bin Al Harits bahwa Rasulullah saw berkata kepada Mahmiyah –seorang pegawai yang mengurus soal khumus rampasan perang :

“Bayarlah mahar untuk kedua orang ini –yakni al Fadhil bin Al Abbas dan Abdul Muthalib bin Rabi’ah- dari harta khumus sebesar ini dan ini” (riwayat Muslim).

Diriwayatkan pula dari Uyainah bin Abdurrahman dari ayahnya, ia berkata bahwa seorang wanita datang kepada Samurah bin Jundub, lalu ia melaporkan bahwa suaminya tidak lagi berhubungan dengannya. Lalu Samurah bertanya kepada laki-laki (suami) itu, tetapi dia menyangkal. Samurah menulis surat kepada Muawiyah ra berkenaan dengan peristiwa ini : Hendaklah engkau nikahkan dia dengan seorang wanita dengan biaya dari Baitul Mal; wanita itu cantik dan beragama” (riwayat Baihaqi).

Kisah di atas menunjukkan peran pemerintah dalam membantu kelancaran  warga negara yang melaksanakan pernikahan. Biaya mahar bisa diambilkan dari baitul mal negara, sebagai bentuk khidmah dan perhatian serta tanggung jawab negara terhadap warganya.

Dengan demikian tidak layak bagi penguasa suatu negara untuk mempersulit terjadinya pernikahan, dengan berbagai persyaratan dan uang administrasi yang memberatkan warga.

Semestinya pemerintah justru membuat aturan yang memudahkan, disertai dengan fasilitas bantuan material bagi warga yang membutuhkan.
(12)

CONTOH KONVERSI NILAI DAN BENTUK MAHAR DI ZAMAN NABI DENGAN ZAMAN KITA.

Dalam banyak riwayat kita mengetahui bahwa di zaman Rasulullah saw seekor kambing yang baik dapat dibeli dengan 1 Dinar, sampai hari ini 1 Dinar tetap mampu digunakan untuk membeli seekor kambing yang baik.

“Ali bin Abdullah menceritakan pada kami, Sufyan menceritakan pada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan pada kami, ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang  Urwah, bahwa Nabi Muhammad saw memberikan uang 1 Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau” (H.R Bukhari).

Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing (kualitas baik) yang wajar di zaman Rasulullah saw adalah 1 Dinar.

Dalam riwayat yang lain, kita juga mengetahui bahwa di zaman Rasulullah 1 Dirham mampu untuk membeli seekor ayam yang baik, begitupun sampai hari ini dengan 1 Dirham kita masih mampu membeli ayam yang baik.

Nilai hari ini (6 Januari 2014 di www.wakalanusantara.com), 1 Dinar adalah Rp. 2.050.000 dan 1 Dirham adalah Rp 70.000.

Nabi saw pernah memberikan mahar 500 Dirham, berarti setara dengan 500 x 70.000 = Rp 35.000.000. Setara dengan harga motor Kawasaki Ninja 150 RR baru, atau mobil second Corolla DX tahun 1982.

Nabi saw pernah memberikan mahar kepada Ummu Habibah sebanyak 4.000 Dirham, berarti setara dengan 4.000 x 70.000 = Rp280.000.000. Duaratus delapanpuluh juta rupiah. Setara dengan harga mobil Toyota Kijang Innova G Automatic Luxury baru, atau mobil Ford Ranger RAS 4x4 MT baru.

Ada sahabat Nabi menikah dengan mahar 100.000 dirham, berarti setara dengan 100.000 X 70.000 = Rp 7.000.000.000. Tujuh milyar rupiah, fantastik. Setara dengan satu rumah mewah di Cluster Chopin, Golf Island Pantai Indah Kapuk. Atau setara dengan harga mobil mewah Ferrari Enzo yang memiliki kecepatan maksimum 350Km/jam.
Cukup sekian bahasan tentang mahar. Moga manfaat.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

 Mengenai Khitbah 
Sedikit ringkasan:

4 macam khitbah:
1. Khitbah pihak laki-laki melalui keluarga pihak wanita.
2. Khitbah laki-laki langsung kepada wanita
3. Khitbah wanita kepada laki-laki
4. Khitbah dengan sindiran di masa iddah

Setelah khitbah maka berlaku beberapa ketentuan berikut :
1. Perempuan yang sudah dikhitbah tidak boleh menerima pinangan orang lain
2. Khitbah belum menyebabkan kehalalan hubungan
3. Khitbah hendaknya segera dilanjutkan dengan akad nikah.

Utk melamar gadis, byk dicontohkan tetap melalui walinya. Kalo janda,bisa dilamar langsung kepada dirinya..
Bagi perempuan,jika datang seorang pelamar kalo gak tertarik sama sekali, boleh saja langsung ditolak. Tapi kalo mau pertimbangan dulu, istikharah dulu, itu juga bagus. Siapa tahu ada sisi kelebihan calon yg belum terlihat.

O rang tua tidak punya hak paksa untuk menikahkan anaknya. Orang tua harus mendapatkan kerelaan anak kalo ingin menjodohkan. Anak berhak menolak jodoh pilihan ortu. Namun anak kalo mau menerima pilihan ortu,  walau terpaksa, pernikahannya sah juga. Kalo yg melakukan khitbah wali perempuan, itu bisa tergolong khitbah. Maka si perempuan harus segera menyatakan sikap ketika mengetahui dirinya dijodohkan ortu.
Bagi laki-laki tidak ada wali dalam pernikahan. Yang ada wali adalah perempuan.

1. Perempuan yang sudah khitbah itu ibaratnya "terpenjara" atau terikat. Ia tidak bisa menerima pinangan orang lain. Maka jangan membuatnya terpemjara tanpa kepastian. Kalo memang sudah siap nikah, segera laksanakan akad nikah.
2. Masa setelah khitbah justru memudahkan muncul godaan. Karena kedua belah pihak merasa sudah pasti akan menikah.
3. Perempuan memerlukan kepastian. Khitbah saja tanpa segera dilanjutkan akad nikah akan memunculkan perasaan ketidakpastian dalam masa yang lama. Maka jangan memperlama akad nikah. Walaupun tidak ada batas waktu yg spesifik. Memudahkan untuk melakukan interaksi yang bisa melanggar syar’i.

Melukis Pelangi Cinta

Terlihat secercah harapan baru
Tatkala mentari bersinar sendu
Bukan ttg cahayanya, tp ttg apa yg diteranginya
Sepasang manusia akan bersatu dalam cinta
Alampun seakan ikut merayakannya
Kicauan burung nan merdu
Juga bunga-bunga yg terlihat seperti tak pernah layu

Ketika hari itu tiba,
Maka engkau akan ikrarkan sumpah
Sumpah setia tuk seorang yg memilihmu hidup bersama,
dalam menyempurnakan separuh agama.
Agama yg menjadi rahmat Alam semesta.
Semoga ikrar itu memberi manfaat bagi segenap manusia

Ketika hari itu tiba,
Maka engkau akan ikrarkan sumpah
Sumpah pertanda bakti yg berpindah
Jika dulu surgamu di bawah telapak kaki ibumu,
Maka hari itu, taatmu pada laki-laki itu adalah surgamu

Ketika hari itu tiba,
Maka itulah awal kau lukiskan Pelangi Cinta,
Akan kau temukan warna-warna yg tak sama
Tapi beda-beda itulah yg membuatnya jadi indah.

Maka dg Menikah, engkau akan mengingat kebesaran Allah (QS. 51:49),
dg Menikah, engkau menjadi kaya (QS. 24:32)
dg menikah, Allah beri sakinah n rahmah ( QS. 30:21)
dg menikah, engkau menjadi penolong n pelindung sesama (QS. 9: 71)

[Diambil dari grup wmc530]