Rabu, 14 Mei 2014

Catatan Mulazamah, Tarbiyatul
Aulad
Ahad, 11 Mei 2014
Asatidz: Ummu Zahro
Belajar mengenai parenting tidak
menunggu ketika kita sudah
menikah atau akan menikah. Tapi,
jauh….sebelum itu belajarlah
mengenai bagaimana mendidik
anak, bagaimana akan mengasuh
anak kita, karena mendidik anak
bukan seperti mendidik lumba-
lumba yang hanya membutuhkan
skill untuk menjadi cerdas dan
terampil. Tetapi mendidik anak
adalah mendidik dengan hati,
dengan iman, mengembalikan
fitrahnya untuk mengenal siapa
dirinya, yaitu hamba Allah yang
selalu beribadah.
Saat ini banyak orang ketika
berbicara tentang pendidikan maka
hanya mempertimbangkan aspek
kogntif. Padahal Allah berikan kita
bukan hanya akal, tetapi ada ruh,
afektif, dll. Itulah mengapa
sekarang banyak orang tua yang
mencari nafkah yang banyak agar
orang tuanya mampu
menyekolahkan anaknya di sekolah
yang mahal.
Mba Miftah dulu punya keinginan
kerja yang besar, kalaupun tidak
bisa jadi dosen menjadi guru pun
tidak apa-apa. Saking besarnya
keinginan tersebut beliau sudah
sampai melamar kemana-mana.
Tapi memang jalannya Allah, suami
tidak ridho, dan suami mba miftah
menyampaikan sebuah perkataan
yang ini sangat menohok sekali
“Apa gunanya seorang ibu
mengajar anak-anak orang lain tapi
siapa yang mengajari anaknya
sendiri.” Dari situlah akhirnya
beliau mengurungkan keinginannya.
Mba Miftah tetap memohon kepada
Allah tetap bisa memberikan
manfaat kepada orang lain
walaupun tidak dengan cara
mendidik anak-anak orang lain.
Selama berinteraksi kepada
beberapa orang di Jogja beliau
menemukan beragam orang dengan
latar belakang keluarga yang
bervariasi. Ada yang memlih
pacaran, dengan alasan kurang
perhatian dari orang tua. Lebih
memilih mencurahkan kasih
sayangnya kepada laki-laki karena
tidak mendapatkan kasih sayang
dari ayahnya. Ternyata kelekatan,
bonding antara anggota keluarga
sangat penting. Membangun
kehangatan antara anak-orangtua.
Dalam hidup ini ada jaur takwa dan
jalur fatwa. Jalur fatwa itu di
pinggir-pinggir jurang, Boleh
dilakukan tapi beresiko. jalur takwa
itu jalan di tengah sudah enak. Nah
tinggal dipilih mau memilih jalur
yang mana.
Ada anggapan bahwa orang tua
yang baik adalah orang tua yang
menerima segala yang ada dalam
dirinya, perilakunya perbuatannya.
Kalau kita mau jujur sebagai orang
tua tidak semua perilaku anak mau
kita terima. Kita boleh tidak suka
dengan perilakunya bukan pada
anaknya. Nah tinggal bagaimana
cara mengkomunikasikannya.
Dalam bekeluarga yang paling
penting adalah keluarga kita mau
dibawa kemana, anak-anak kita
mau dididik seperti apa.
Tantangan digital, itu kembali pada
diri kita. Sejak tahun 2009 sudah
stop menonton TV. Awalnya masih
nonton beberapa acara berita.
Zahro masih satu tahun. Ketika Mba
Miftah menonton tv, Zahro asik
main sendiri. Tapi suatu hari, Zahro
bilang:”Aw,aw,aw” (iklan AW
ayam). Mba Miftah kaget kapan
Zahro menangkap itu. Sejak saat
itulah beliau memutuskan untuk
stop menonton TV sama sekali.
Karena kita tidak tahu saat
kapankah anak merekam acara tv.
Ada temen2 yang bilang kalau
didampingi kan gapapa, toh banyak
acara TV yang bermanfaat. Lalu
beliau berkata ,”Lebih baik saya
kehilangan sedikit manfaat
daripada menanggung mudharat
yang lebih besar.” Jalan tengah
untuk itu adalah berlangganan
internet dan download film yang
sudah difilter. Itupun masih ada
efeknya, contoh menonton upin ipin
Mba Zahro jadi senang berbahasa
melayu dan suka membanding-band
ingkan antara umminya dengan kak
ros.
Mengenai gadget, kalau beliau
hanya sesekali ketika beliau sedang
mengisi suatu acara. Dan
alhamdulillahnya mba zahro anak
yang tidak kecanduan game.
Amannya adalah tidak mengunduh
yang aneh-aneh. Ada satu
temannya mba miftah yang dateng
suami-istri dari Jakarta, bapak-
ibunya bekerja bahkan sebelum
subuh sudah bekerja dan pulangnya
jam 9 malam. Anak yang kecil
tinggal di rumah bersama
pembantunya dan dapat menonton
TV bisa sampai 24 jam. Alasan
orang tuanya gapapa kan sudah
ditentukan acara filmnya. Menonton
acara yang tidak aman dengan
menonton film anak dengan waktu
yang sangat panjang dampaknya
sama bagi kesehatan anak.
Secara teori psikologi dibawah 2
tahun anak tidak boleh menonton
TV sama sekali, 2-4 tahun
menonton 1-2 jam, kalau sudah
masuk sekolah boleh menonton TV
sesuai dengan kesepakatan. Jangan
memberikan kemudahan bagi hal-
hal yang melenakan anak, kasih aja
rules.
Kalau di psikologi ada istilah token
economy, memberikan sesuatu
kepada anak dengan syarat dulu.
Misal anaknya ingin mengunjungi
wahana permainan air, nah ibunya
mengadakan kesepakatan anaknya
bisa kesana tetapi selama seminggu
tidak diberikan uang jajan, uang
jajannya ditabung. Akhirnya
anaknya selama seminggu tidak
diberikan uang jajan Hanya salah
satu metode. Nggak perlu banyak
memainkan kata-kata kepada anak-
anak yang terpenting mengetahui
trik-trik yang harus dilakukan.
Bagaimana sih kok mba zahro dari
kecil udah cinta sholat?
Ini jawaban ummu zahro, kalau itu
kan basic alhamdulillaah Allah
kasih suami yang sholih banget
sehingga harus mengimbangi. Anak
itu melihat kita. Misal, suami sudah
bergerak menuju masjid, saya harus
bergegas juga untuk sholat. Dan
aktivitas itu yang selalu dilihat. Dari
umur 2 tahun sudah diberikan
mukenah. Dari dua tahun sudah
melihat gerakan sholat, diajak
sholat bareng. Akhrnya mulai umur
4 tahun mba zahro sudah sholat 5
waktu sampai sekarang. Kalau
umminya lagi haid mba zahro
bangun sendiri untuk sholat shubuh.
Kualitas sholat belum menjadi
penilaian, nanti setelah 7 tahun.
Pas temennya dateng sore, mba
zahro bilang ke temennya sebentar
ya aku sholat dulu. Jadi yang
terpenting kesadaran sholatnya
sudah tumbuh.
Apa yang kita lakukan tidak bisa
kita lakukan sendiri tapi Allah yang
membantu. Jadi kalau ada yang kita
mau maka minta pada Allah
semoga Allah mudahkan. Ketika
kita meminta kepada Allah maka
InsyaAllah Allah akan membantu
kita apapun itu.
Bagaimana saat mengambil
keputusan homeschooling?
Sejak Mba Miftah kuliah sudah
membaca buku panduan
homeschooling. Pertama beliau
membaca tentang kisahnya Kak
Seto, orang dengan kapasitas
seperti Kak Seto saja anak-anaknya
homeschooling. Berarti tidak ada
yang salah dengan homeschooling.
Awalnya Mba Zahro masuk Salman
Al Farisi sejak 3 tahun. Saat itu Mba
Miftah menggunakan pengasuh
untuk menemani mba zahro.
Sebenarnya kalau kita memakai
pengasuh sebenarnya kayak kita
nambah anak. Ada beban tambahan
lagi.
Setelah lulus S2 masih ada harapan
untuk bekerja. Tahun 2013 ke Aceh,
saat perjalanan itulah Mba Miftah
mendapat hidayah untuk memakai
niqob. Oktober tahun 2013 beliau
sudah bertemu dengan keluarga
yang homeschooling, sebenarnya
mereka lebih ke anschooling
karena tidak terstrutur. Jadi anak
mau belajar apa ya belajar itu.
Perkembangan anak-anaknya
cepat, hafalannya cepat, dll.
Dengan homeschooling semua hal
bisa menjadi media belajar.
Namanya anak semua aktivitas
mereka sebenarnya belajar. Mba
Miftah melaksanakan
homeschooling berawal ketika mba
zahro sakit flek dan harus istirahat
sebulan di rumah. Dan selama
sebulan itu kan tidak mungkin di
rumah tidak melakukan apa-apa.
Akhirnya beraktivitas dengan
umminya, jalan-jalan, membuat
craft. Dan kok merasakan asik
banget. Pada suatu shubuh mba
miftah diberi kekuatan kepada
Allah untuk menanyakan kepada
mba zahro untuk homeschooling.
Untuk isu social abuse solusinya
adalah bukan mengajarkan tentang
sexual education, tetapi
kenalkanlah pada aurat. Misal,
kamu perempuan dan bagian-bagian
ini namanya aurat. Kalau aurat
harus ditutup tidak boleh dikasih
lihat pada orang lain.
Bagi saya penting untuk mengetahui
siapa teman-teman anak kita.
Bagaimana latar belakang
keluarganya. Pastikan apakah
teman-teman anak kita
memberikan impact pada anak kita,
dan sebaliknya apakah anak kita
memberikan impact positif kepada
temannya.
Untuk mengajarkan sosialnya,
kalau dia mau berkenalan maka
kenalan sendiri, kalau ke toko mba
zahro diajarkan untuk bertransaksi
sendiri.
Perlu juga mengkomunikasikan
kepada mertua dan orang tua kita
yang terlibat juga dalam mendidik
anak bagaimana pola pendidikan
yang sudah kita terapkan. Misal. Di
rumah sudah dikondisikan untuk
tidak menonton TV maka
komunikasikan juga dengan mertua
dan orang tua untuk tidak
menonton TV ketika di rumah
eyangnya.
Konsep rezeki itu seperti nyamuk
dan cicak. Cicak itu di dinding
nyamuk itu terbang, cicak makan
nyamuk yang terbang, tapi kuasa
Allah Ta’ala yang mendatangkan
nyamuk untuk dimakan cicak. Yang
terpenting adalah terus
memperbaiki diri dengan keimanan
dan melurukan niat, Biarkan Allah
yang mengirimkan rezeki itu.
Alhamdulillaah, sedikit berbagi
catatan dari berguru dengan
seseorang yang berilmu. Catatan
ini hanya bagian kecil dari jejak
menyimak ilmu beliau. Masih
banyak yang belum mampu saya
tuliskan. Semoga yang sedikit ini
memberi manfaat