Selasa, 25 Maret 2014

Cara Jauhkan Bayi Baru Lahir Dari Godaan Syaitan

Dari Abu Hurairah r.a yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak ada seorang bayi pun dari anak Adam yang lahir, kecuali ia pasti mendapat tusukan dari syaitan sehingga bayi itu menangis dan menjerit kerananya, kecuali Maryam dan putranya (Nabi Isa as).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Jeritan bayi ketika lahir adalah kerana mendapat tusukan syaitan.” (HR. Muslim)
Dari hadis di atas dijelaskan bahawa semua manusia, ketika bayi lahir maka akan didatangi syaitan dan diganggu pada saat dilahirkan. Datangnya syaitan pada saat itu adalah untuk menancapkan tusukan hujung jarinya pada kedua mata anak Adam.
Syaitan Mencari Pengikut
Tujuan syaitan menusukkan jarinya tersebut adalah syaitan berharap kelak di kemudian hari, anak Adam tersebut menjadi pengikut setianya. Matanya tidak dapat “melihat” dengan benar antara yang baik dan yang jahat.
Kebaikan akan tampak menjadi bayang-bayang yang samar sehingga ia akan enggan menuju ke arah kebaikan tersebut. Kejahatan akan tampak seperti kilauan cahaya yang snagat meggiurkan sehingga ia akan berlari untuk menyongsongnya.
Oleh kerana itu, Rasululah SAW memberi tuntunan kepada umatnya agar terhindar dari gangguan syaitan pada saat bayi dilahirkan.
Pertama
Dengan diazani pada telinga kanannya dan diiqamatkan pada telinga kirinya.
Ibnu Abbas ra menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ajarkanlah kalimat ‘Laa ilaaha Illallahu’ kepada anak-anakmu sebagai kalimat pertama yang mereka dengar.” (HR. Al-Hakim)
Rasulullah SAW juga bersabda, “Barang siapa yang mendapati seorang bayi yang dilahirkan, kemudian diazankan di telinga kanannya dan diiqamatkan di telinga kirinya, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummu Shibyan (syaitan yang selalu mengganggu anak kecil).” (HR. Ibn Sunny dari Hasan ibn Aki ra)
Menurut Rasululah SAW, syaitan akan ketakutan dan berlari sejauh-jauhnya apabila mendengar suara azan.
Kedua
Hal kedua yang boleh dilakukan pada bayi yang baru lahir adalah dengan dibacakan surat Al-Ikhlas pada kedua telinganya. Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya dalam kitabnya Al-Adzkar Al-Nawawiyyah menjelaskan bahwa Rasullah SAW membacakan surat Al-Ikhlas pada telinga anak yang baru dilahirkan.
Ketiga
Dengan mendoakan bayi yang baru dilahirkan. Untuk meghindari bisikan syaitan pada bayi adalah dengan membacakan surat Ali-Imran ayat 36 dengan maksud untuk memohonkan perlindungan Allah SWT untuk anak yang baru dilahirkan agar terhindar dari godaan syaitan yang terkutuk.
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَامِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Ertinya:
Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak lelaki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.”
Doa keselamatan dan perlindungan untuk anak.
“Ya Allah, kumohon perlindungan kepada-Mu untuk anak ini dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan dan kesusahan, dan dari pandangan mata yang menyakitkan.” (HR. Bukhari)
http://www.blogammar.com/cara-jauhkan-bayi-baru-lahir-dari-godaan-syaitan/

Teruntuk Saudariku yang Tak Kunjung Menikah

dakwatuna.com - Wahai saudariku yang dimuliakan. Engkaulah permata di dasar lautan yang tak terjamah dan tidak akan pernah berkurang nilainya.
Teruntuk saudariku yang tak kunjung menikah. Yang senantiasa ditemani rasa gundah dan gelisah. Hati yang tersampul rasa sedih hingga putus asa mengalir deras dalam jiwanya. Semua ini hanya karena belum mendapatkan rizki sebuah pernikahan.
Lembutkan hatimu wahai saudariku. Sungguh pernikahan itu bukan suatu kewajiban yang akan merobohkan agamamu apabila engkau tidak melaksanakannya. Melainkan ia sunnatullah bagi makhlukNya. Ia tuliskan kepada yang Ia kehendaki, Ia berikan pula kepada orang yang Ia kehendaki dan tidak ada yang mampu merubah ketentuanNya. Berapa banyak seorang ulama dalam sejarah Islam dengan segala keilmuannya yang telah memberikan banyak manfaat dari pemikiran dan kitab-kitabnya namun tidak diberikan rizki sebuah pernikahan. Tapi justru dengan ini nama mereka menjadi mulia dengan mewariskan sebuah harta pemikiran yang sangat berharga, lebih berharga dari emas dan batu mulia.
Saudariku yang dimuliakan. Kenapa engkau selalu merasa kecewa atau kesal dengan orang lain? Kenapa selalu bersedih dan putus asa bila bersama mereka hanya karena belum juga diberikan rizki sebuah pernikahan? Ini hanya akan membuatmu merasa berat dari ketentuan Allah swt. Wahai saudariku yang dimuliakan. Engkau tidak tahu, bahwa sebenarnya kondisimu yang masih juga melajang adalah sebuah kasih sayang dari Tuhanmu. Maka bersyukurlah atas segalanya dan janganlah engkau bersedih dan merasa kecewa. Karena sesungguhnya itu bukan perasaan yang sempurna bagimu. Perasaan seperti itu hanya akan mengurangi keimanan dan kemuliaanmu bahkan bisa melepaskan dari aqidahmu.
Wahai saudariku, kemarilah! Akan aku beritahu bagaimana agar lajangmu menjadi sebuah rahmat dan kasih sayang Tuhanmu.
Bila memang engkau seorang wanita yang ahli agama, sungguh itu adalah sebuah nikmat Allah swt yang telah ia berikan kepadamu. Berapa banyak gadis yang dahulu sama sepertimu, shalihah dan taat beragama. Namun ketika ia menikah, ia terlena bersama suaminya dan menjauh dari agamanya kemudian hancurlah dunia dan akhiratnya. Ini benar-benar terjadi dan nyata. Gadis yang terbina dalam keluarga yang taat lantas setelah menikah dan hidup bersama suaminya didapati tetangganya selalu mengeluhkan kondisinya dan suaminya karena seringnya terganggu suara bising nyanyian dari rumahnya. “Ini nasihat khusus bagi seorang perempuan yang hendak menikah untuk bertanya tentang seorang laki-laki sebelum menikah dengannya”.
Sekarang wahai saudariku, bukankah Allah swt begitu lembut terhadapmu. Engkau seperti halnya gadis yang meminta dikaruniakan seorang suami yang shalih. Maka bersyukurlah kepada Allah swt yang telah memberikan keutamaan terhadapmu. Terhadap kondisimu saat ini yang mengandung sejuta hikmah yang engkau tidak ketahui. Semoga dengannya mampu menghapus dosa-dosamu.
Tidak dipungkiri. Ada sesuatu yang sangat penting kenapa seorang gadis mendambakan sebuah pernikahan. Yakni melahirkan seorang anak dan merasakan diri sebagai seorang ibu. Sekarang mari kita coba renungkan wahai saudariku. Coba lihat di sekitarmu dan perhatikan seseorang yang telah dikaruniai sebuah pernikahan namun tak kunjung juga mendapatkan keturunan. Bayangkan dan renungkan bagaimana kondisi dan perasaannya. Sungguh demi Allah swt. Wahai saudariku. Ia berada dalam rasa rindu yang sangat pilu. Karena ia diharamkan dari sesuatu yang sangat penting dalam kehidupannya. Sesuatu yang selayaknya didapatkan oleh semua kaum perempuan. Rasa sedih sudah pasti memenuhi ruang di jiwanya. Semoga Allah swt merahmati dan melapangkan mereka yang tak kunjung diberikan keturunan dan segera dikaruniai keturunan yang shalih dan shalihah. Amin
Wahai saudariku, bukankah kondisimu lebih baik dari kondisi mereka yang tak kunjung memiliki keturunan? Sungguh sebetulnya engkau tidak merasakan rasa sedih yang sangat luar biasa seperti yang dirasakan mereka. Mereka bukan hanya tidak bisa merasakan diri sebagai seorang ibu tapi juga tidak bisa merasakan diri sebagai seorang istri yang memberikan kepada suaminya sifat seorang ayah.
Engkau masih memiliki anak-anak dari saudaramu dan kerabat-kerabatmu. Maka berikanlah perhatianmu kepada mereka. Ajarkan kepada mereka sebuah akhlaq yang baik dan sebuah ketaatan terhadap Allah swt. Di sana ada kesempatan bagimu bagaimana menjadi seorang ibu dan bagaimana menjadi seorang pentarbiyah generasi yang baik.
Saudariku yang dimuliakan. Jika memang engkau merasa usiamu telah terlampau senja. Maka jangan jadikan usiamu terbakar sia-sia termakan waktu. Bagaikan debu yang berhamburan, bagaikan ranting kayu kering yang terbakar. Jadikan ia meski terbakar bagaikan lilin yang menyinari jalan, memancarkan cahaya bagi orang lain. Dan berharaplah hanya karena mencari ridha Allah swt semata. Dan jika engkau mendambakan mawaddah dan rohmah dalam sebuah pernikahan. Maka bukan sebuah rahasia lagi jika ada banyak wanita yang menderita dan terasing dalam kehidupannya bersama pasangannya sebab gagal dan tidak mengindahkan syariat-syariat Allah swt. Akhirnya pernikahan bagi mereka hanya sebuah bencana dalam hidupnya. Maka bersyukurlah wahai saudariku karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi padamu setelah melangsungkan pernikahan kelak.
Saudariku. Jangan jadikan seluruh pikiranmu hanya terpaku dalam sebuah pernikahan. Itu hanya akan membuat usiamu terasa cepat berlalu dan terasa sepi. Palingkan pikiranmu untuk hal lain yang baik bagimu dan bertawakal lah kepada yang menciptamu jadikan yang terpenting dalam hidupmu menggapai ridha Allah swt dan memahami agamanya. Jika tidak, sia-sialah apa yang akan berlalu. Mohonlah kepada Allah swt dan hanya berharap kepadaNya maka engkau akan merasakan ketenangan dalam jiwamu karena engkau telah benar-benar bertawakal kepadaNya
Saudariku. Tak usah engkau pedulikan pandangan orang lain terhadapmu. Lajang bukan hanya engkau yang mengalami bahkan para lelaki dan wanita melajang lalu menikah di usianya yang terlampau senja. Sungguh ada banyak hikmah di sana. Ada kesiapan yang matang dan benar-benar mengetahui nilai sebuah pernikahan. Menjadikan motivasi dan kekuatan dalam hidup untuk menjalani seluruh kewajiban dalam rangka mengharap Allah swt semata. Maha suci Allah swt yang telah memberikan rizki kepada seluruh makhlukNya. Ada yang dikaruniai sebuah pernikahan di usia yang senja dan mereka hidup bahagia. Panjangnya sebuah usia pernikahan bukanlah sebuah takaran hidup bahagia melainkan adanya sebuah kebahagiaan yang sejati di dalamnya.
Saudariku. Jadikan kata “lajang” sebagai simbol kemuliaanmu. Jangan jadikan kata “lajang” sebuah pisau beracun yang menusuk hatimu dengan tanganmu sendiri.
Dan jika orang lain telah menemukan dan merasakan keagungan pribadimu serta Keberhasilanmu. Kelak semua orang akan segan dan malu untuk hanya menyandangkan kata “lajang” untukmu. Dan kalaupun itu terjadi, tidak akan mampu menggoyahkan rasa percaya dirimu terhadap pribadimu dan terhadap Tuhanmu yang menciptakanmu dan membentuk penglihatan dan pendengaranmu. Inilah sebuah kenikmatan yang diberikan kepadamu dan apa yang telah diberikan kepadamu sesungguhnya baik untukmu.
Wahai saudariku yang dimuliakan. Berapapun usiamu kini. Tiga puluh, empat puluh, atau lebih. Tahukah engkau ibaratkan apa dirimu? Engkau ibarat mutiara yang teramat berharga yang berada jauh di dasar lautan. Tak ada seorang pun yang melihatnya. Ia tetap terjaga di dalam kerangnya. Kalaupun belum juga ada yang meraihnya, aku katakan padamu; hanya karena belum datang seorang pemburu atau penyelam lautan yang tepat dan mengetahui bagaimana cara meraih mutiara yang teramat berharga itu. Lalu, apakah mutiara yang belum juga seorang pun mampu meraihnya, apakah ia karena tidak bernilai?? Tidak. Sungguh tidak demikian.
Wahai saudariku. Berbahagialah dan tunjukkan dirimu terhadap orang lain. Angkat kepalamu tinggi-tinggi bukan karena manusia melainkan karena Tuhan manusia. Dan penuhilah hatimu dengan rasa kemuliaan dan ridha dengan ketentuan Allah swt. Jadikan hari ini awal dari hakikat kehidupanmu. Hadapkan wajahmu hanya kepada Allah swt. Berdoalah kepadanya agar ia memeliharamu untuk senantiasa mengingatNya, bersyukur dan melaksanakan sebaik-baiknya ibadah kepadaNya. Agar Ia senantiasa memudahkan segala urusanmu meneguhkan urusan agamamu dan menjadikanmu cahaya bagi orang-orang di sekitarmu. Perbanyaklah berdoa kepada Allah swt siang dan malam.
Saudariku yang dimuliakan. Jangan karenanya engkau bersedih. Ingatlah bahwa dirimu mutiara yang sangat berharga pada tempat yang terjaga.
Semoga Allah swt memberikan taufiq kepada seluruh generasi muda Islam untuk kebaikan dunia dan akhiratnya.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/09/20364/teruntuk-saudariku-yang-tak-kunjung-menikah/#ixzz2wyLVdVpu 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Kick Ulil Out!!!!!!!

Gembong Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla berkicau di Twitter terkait pencekalan dirinya sebagai salah satu pembicara seminar "Demokrasi di Negara-negara Muslim" di UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau. Sedianya Ulil menjadi pembicara Ahad (20/10) siang, tetapi menurutnya, pada menit-menit terakhir pihak kampus memberitahu bahwa ia tidak boleh bicara di seminar itu.

"Jam 2 ini, saya mestinya memberikan ceramah tentang "Demokrasi di Negara-negara Muslim" di UIN Suska, Pekanbaru. Tapi, menit-menit terakhir, saya diberitahu oleh Ibu Dekan Fak. Ushuluddin bahwa saya tak boleh bicara di seminar itu," kicau Ulil di akun twitternya.

Menurutnya, alasan pencekalannya adalah karena adanya ancaman dari kelompok-kelompok Islam tertentu. Tetapi, Ulil tidak menyebutkan kelompok atau organisasi apa yang ia maksud.

Ulil menyebut pencekalan dirinya adalah "kabar buruk bagi 'kebebasan akademik'", padahal ia sudah ditunggu oleh banyak orang yang ingin mendengarkan ceramahnya.

"Ada 1400 pengunjung yang mendaftar dan ingin mendengarkan ceramah saya di UIN Suska, Pekanbaru, tadi," tambah Ulil.

Salah seorang pengguna twitter memberitahu Ulil bahwa di kalangan Mahasiswa UIN Suska Riau beredar stiker penolakan dirinya. Stiker itu bergambar karikatur Ulil dan bertuliskan "kick Ulil out from UIN Suska Riau!"

Sebelumnya, kedatangan Ulil sebagai pembicara bukan hanya ditolak oleh mahasiswa. Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat juga menegaskan penolakannya sembari meminta mahasiswa agar lebih selektif dalam memilih narasumber.

"Kita menolak pemikiran-pemikiran liberalnya itu, yang oleh MUI tahun 2005 sudah ada fatwa bahwa pemikiran sekularisme, liberalisme dan plurarisme itu bertentangan dengan Islam. Kalau mengundang dia, berarti akan mensosialisasikan pemikiran-pemikiran dia kan,” kata Anggota Komisi Ukhuwah MUI Riau, Ir. Muhammadun. [AM/Twt/Hdy]

Pilihan Sendiri atau Murabbi

dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirrahim…
Ada banyak cerita yang aku dapatkan tentang proses ta’aruf selama ini. Dari sekian banyak cerita, ternyata ada yang sungguh dramatis dan tragis. Seperti apakah ceritanya?
Seperti judul di atas, cerita ta’aruf yang akan diangkat di sini tentang pilihan sendiri atau pilihan murabbi. Ada yang pernah bilang: “Salah ga sih kalo ada ikhwan yang sudah punya pilihan sendiri kemudian mengajukan sebuah nama kepada murabbinya?”
Tentu hal ini tak salah dan tak melanggar syar’i. Ketika memang sudah ada kecenderungan dengan seorang akhwat dan memang sudah siap nikah, maka keberanian mengajukan sebuah nama kepada seorang murabbi bukanlah hal yang tak syar’i. Banyak yang bilang bahwa ketika sudah menunjuk sebuah nama, apalagi misalnya satu organisasi, sering berinteraksi selama ini, khawatir bahwa sudah terkotori dengan hal-hal yang tak suci. Itu semua hanya kekhawatiran yang seharusnya diikhtiarkan dengan menjaga prosesnya.
Apakah proses ta’aruf itu hanya dengan orang yang belum dikenal sama sekali? Ingatkah kita kisah Fatimah dan Ali? Mereka berdua adalah sepupu, sudah saling kenal. Ali mencintai Fatimah karena akhlaq Fatimah yang begitu mulia ketika ia lihat dalam kesehariannya. Begitu pun Fatimah yang ternyata telah mencintai Ali sebelum menikah dengan Ali. Ingatkah pula kita kisah Salman Al Farisi yang berkehendak meminang seorang wanita dengan bantuan Abu Darda? Bukankah Salman memang telah ada kecenderungan terlebih dahulu pada wanita itu hingga akhirnya meminta Abu Darda meminangkan wanita itu untuk Salman? Namun memang pada akhirnya, Salman tak berjodoh dengan wanita itu karena wanita itu menginginkan Abu Darda sebagai suaminya.
Jadi, memang tak salah jika seorang ikhwan sudah memiliki kecenderungan terlebih dulu terhadap seorang akhwat dan berani mengajukan nama kepada murabbinya. Nah kadang yang jadi masalah itu adalah bagaimana mengkomunikasikan hal ini kepada murabbi.
Yuk, simak dua kisah berikut ini.
Ada seorang ikhwan yang sudah memiliki kecenderungan dengan seorang akhwat satu organisasi. Ia pun siap menikah. Namun, dalam prosesnya, ia tak meminta sang murabbi sebagai fasilitatornya, melainkan meminta sang kawan yang menjadi fasilitatornya. Hal ini ia lakukan karena sang murabbi sudah punya proyeksi akhwat untuk ikhwan ini, yang tak lain tak bukan adalah adik sang murabbi sendiri, ada rasa tak enak mungkin. Sebenarnya tak masalah jika murabbi bukan sebagai fasilitator proses ta’aruf, asal dikomunikasikan dari awal. Entah mungkin merasa tak enak dengan sang murabbi, akhirnya ikhwan itu berproses dengan akhwat tersebut lewat jalur ‘swasta’, yang ternyata akhwat ini pun punya kecenderungan yang sama, yang lagi-lagi juga sama, tak mengkomunikasikan dengan murabbinya. Hingga akhirnya menjelang menikah, barulah mereka berdua bilang ke murabbinya.
Lantas bagaimana tanggapan sang murabbi? Murabbi sang ikhwan bilang: “Antum cari aja murabbi lain…”.Jleb. Dalem euy, hingga akhirnya sang ikhwan ‘kabur’ dari lingkaran. Begitu pun dengan sang akhwat, ternyata keluar juga dari lingkarannya. Dan mereka menikah. Namun amat disayangkan karena ternyata pernikahan mereka tak sesuai yang diharapkan. Ikhwan yang di mata sang akhwat begitu dewasa ketika dalam organisasi, ternyata begitu kekanakan dalam rumah tangga. Dan sang akhwat ingin segera bercerai walaupun sudah dikaruniai seorang anak. Huuffh… apakah ini sebuah pernikahan yang tak diridhoi murabbi?
Kisah kedua lain lagi ceritanya. Jika cerita pertama terkesan tak menghargai murabbinya, maka cerita kedua kebalikannya. Ada seorang ikhwan yang sudah siap menikah dan sudah punya kecenderungan dengan akhwat yang sudah dikenalnya. Namun kemudian sang murabbi menawarkan akhwat lain untuk berproses dengannya. Karena sang ikhwan begitu tsiqah dengan murabbinya terkait masalah jodohnya ini, maka ia pun menerima tawaran sang murabbi untuk berta’aruf dengan akhwat pilihan murabbi yang belum ia kenal sebelumnya.
Proses pun lancar hingga akhirnya diputuskan tanggal pernikahan. Namun apa yang dilakukan sang ikhwan sepekan menjelang pernikahannya? Ia mengirim email kepada akhwat yang dicenderunginya itu, mengatakan bahwa ia siap membatalkan pernikahannya jika sang akhwat meminta untuk membatalkannya. Lantas apa reaksi sang akhwat? Akhwat itu hanya bilang: “jangan bodoh Antum, seminggu lagi Antum udah mau nikah, undangan udah disebar, apa ga malu nanti keluarga besar Antum?”
Dan akhirnya ikhwan itu tetap menikah dengan akhwat pilihan murabbinya. Qadarullah, setelah beberapa minggu menikah, sang istri rupanya melihat email yang dikirim sang ikhwan ke seorang akhwat yang dicenderungi sang ikhwan. Kaget luar biasa tentunya dan akhirnya sang istri menemui akhwat tersebut dan bilang: “kenapa mba ga bilang kalo ikhwan itu udah ada kecenderungan dengan mba dan begitu pun dengan mba udah ada kecenderungan dengan dia. Kalo saya tahu, saya akan membatalkan pernikahan saya, mba…”. Dan entahlah bagaimana kisah selanjutnya.
Ya. Itu dua kisah yang amat dramatis dan tragis tentang sebuah proses ta’aruf menuju jenjang pernikahan. Yang satu punya pilihan sendiri dan mengikuti pilihannya sendiri tanpa mengkomunikasikannya dengan sang murabbi sedangkan yang satunya lagi memilih pilihan murabbi walaupun sudah punya pilihan sendiri, dan lagi-lagi tak mengkomunikasikan tentang pilihan sendirinya ini kepada sang murabbi.
Jika dilihat dua kasus di atas, apa sebenarnya yang menjadi kunci dari masalah ini? K-O-M-U-N-I-K-A-S-I. Ya, komunikasi antara sang ikhwan dan murabbi yang bermasalah. Padahal jika saja hal-hal dalam penjemputan jodoh dikomunikasikan dengan baik kepada sang murabbi, maka tak akan terjadi kisah tragis dan dramatis seperti di atas. Namun karena kisah ini sudah terjadi, maka semoga menjadi pelajaran bagi kita yang mungkin sedang berikhtiar kearah sana.
Hilangkan rasa sungkan untuk mengkomunikasikan kepada murabbi jika memang sudah punya pilihan sendiri. Begitu pun dengan seorang Murabbi, alangkah lebih baik menanyakan terlebih dulu kepada binaannya apakah sang binaan sudah mempunyai pilihan atau belum, karena mungkin ada yang sungkan untuk mengatakannya pada Murabbi. Bagaimanapun seorang murabbi adalah orangtua kita, yang tau banyak tentang kita, sudah selayaknya kita pun menghargainya, setidaknya berdiskusi dengan murabbi untuk setiap pilihan kita, tentunya berdiskusi pula dengan orangtua kandung kita. Intinya, sama-sama dikomunikasikan kepada orangtua maupun murabbi. Entah jika memang sudah punya pilihan sendiri atau pilihan murabbi. Semoga kedua kisah di atas tak menimpa kita. Aamiin.
Tulisan ini dibuat hanya untuk mengingatkan kita tentang proses ta’aruf yang menjadi gerbang awal sebuah pernikahan, sudah selayaknya proses ta’aruf itu terjaga dari segala bentuk ketidaksucian niat, ikhtiar dan tawakal. Hati-hati juga jika kemudian timbul bisikan-bisikan setan akibat berlama-lama dalam menyegerakan jika memang sudah siap menikah dan sudah punya pilihan sendiri ataupun murabbi.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/02/19800/pilihan-sendiri-atau-murabbi/#ixzz2wy3QEFYG 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Minggu, 23 Maret 2014

maaf jika aku masuk dalam duniamu
mengubah duniamu
memutar balikkan kehidupanmu
apa mungkin aku harus pergi :-(

Jualan Online di Lapak Sebelah


Alhamdulillah dalam bulan maret ini sudah genap 800 viewer yang nonton blog jualan online... beberapa pesenan sudah mulai mengalir... yang nanya-nanya harga jg lumayan banyak. Semoga barokah :-) monggo mampir di ReZa Online Shop