Jumat, 26 November 2010

Ku Lepas Bidadariku


Kumulai cerita ini dengan berbagai perasaan yang membuncang. Tak bisa kukatakan apa yang harus ter- ucap. Semua terjadi begitu tiba-tiba dan calon bidadariku kini telah melesat mendahuluiku menjuju Jannah-Nya. Syahid dirinya mengharumi tiap udara yang mengelilinginya. Sejuk dirinya membuat malaikat tak henti melantunkan doa untuknya.
“Assalaamu`alaikum, akhi”
“Wa`alaaikumussalam, wah akh arif khaifa khaluk?” jawabku tak bisa menahan rasa bahagian yang ada.
“Wah bacaannya NPSP nih…” gurau akh Arif
“ iya nih akh seharusnya sudah mulai belajar dari dulu tapi yah gitulah setannya banyak jadinya buat nunda-nunda.” jawabku malu-malu.
“sudah ada calon akh?”
“hehehe belum akh. Belum sempat bicara dengan Murabbi.”
“oh… eh akh mau saya kenalkan dengan akhwat dahsyat?”
“wah antum ini! Jangan gitu akh yang wajar saja lah melalui Murabbi”
“Itu tuh dia akhwat yang saya ceritakan namanya Maryam Nur  Ramadhani” kata akh Arif sambil menun-juk seseorang yang memasuki masjid Nurul Asri Deresan Yogyakarta. Kontan tetap saja mata ini bergerak untuk menoleh kepadanya. Tapi masyaallah betapa akhwat yang biasa-biasa saja ga cantik malah cendrung sepertinya galak. Bagaimana mungkin aku dengan dia? Kata orang aku orangnya ramah walaupun tidak tersenyum lha ini dapet orang yang kelihatannya galak. Ga ada bagu-bagusnya wajahnya. Astag-irullah mengapa batin ini jadi membicarakan hal yang tidak baik. Astagfirullah.
“akh, antum kenapa nglamun? Masyaallah akh, sadar akh, istigfar” kata akh arif panic.
“astagfirullah” kejutku dalam lamunan.
“sudah akh jangan terlalu dipikirkan bilang ke Murabbi aza langsung. Afwan saya bercandanya keterlaluan.” Sesal akh Arif.

Di ujung malam, sedu tangisan menghiasi syahdunya malam yang penuh dengan malaikat yang turun ke Bumi. Dialah hamba Allah yang menyerahkan seluruh jiwa dan raga untuk sebuah pertemuan suci di malam yang dinanti.
“Rabb, dalam malam-Mu ku hanya ingin berdua dengan-Mu. Mengadukan segala sedu tangis atas masa-ah duniawi yang menghimpit. Rabb, kau tau betapa ayahku menganggap hamba rendah hanya karena sebuah jalan islam yang ku tempuh. Betapa Kau tahu jika ku tak berada di jalan-Mu niscaya aku adalah orang pertama yang akan memusuhi ayah Rabb. Namun indah ajaran-Mu membuat hamba sadar bahwa betapa orang tua berhak mendapatkan rasa hormat dan sayang dari putra-putrinya. Rabb, biarkan hati ini lapang dan sabar menerima cacian dan olok-olok mereka atas islam yang hamba bawa. Biarkan hati dan bibir ini bisa bersenyum dengan segala tekanan dari mereka agar mereka bisa merasakan indahnya islam dari ketulusan yang hamba serahkan hanya karena-Mu dan dari senyum yang selalu indah walau sakitnya hati tak lagi terperi untuk menerima sebuah olokan atas agama-Mu.

Rabb, Kau tau betapa hamba merasa perjalanan ini begitu sulit. Kau tau betapa hamba butuh teman untuk skedar melepas rasa penat. Untuk sekedar melepas lelah dengan melihat senyum dan kasih sayang-Nya. Rabb beri hamba seorang bidadari dunia yang konon lebih indah dari bidadari surga. Beri hamba seorang yang bisa menenangkan hamba dalam senyumannya yang tulus. Yang akan menjadi penawar lelah hamba ketika penat itu mendera dan kelelahan serta kebosanan itu merasuk kedalam hati ini. Rabb beri yang terbaik untuk hamba dan dakwah yang hamba emban Rabb.”

Esok datang menjelang ketika ku harus melaksanakan kewajibanku untuk konsultasi skripsiku pada dosen pembimbing. Hari final aku konsultasi sekaligus mencocokkan jadwal ujian skripsi seperti yang dosenku janjikan. Ternyata di ruangan pak Tedjo sedang penuh dengan adek-adek angkatan muda sedang progress report tugas. Dan tak sengaja ku melihat dia lagi. Yah, akhwat yang kemarin ditunjukkan oleh akh Arif. Kini wajahnya tersenyum tapi itu ketika dengan teman-teman putrinya sedangkan ketika men-jawab pertanyaan dari temannya yang putra, masih saja terlihat sikapnya yang jutek jadinya jawabannya terkesan ketus. Astagfirullah, lagi-lagi aku menghinanya. Rabb maafkan hamba bukan maksud hamba menghina makhuk ciptaan-Mu. Hai akhwat yang aku tak tahu siapa kau, afwan katsir. Maafkan aku.

Pagi ini harus kulalui sebuah ujian pendadaran skripsi. Yang akan menentukan langkah dan lama aku di kampus. Jam 10.30 ujiannya kata pak Tedjo kemarin. Sempat ku tunaikan sholat dhuha untuk sekedar menemani sepi dan grogiku. “Rabb, jika sebuah pendadaran skripsi begitu membuatku gugup lalu bagai-mana dengan pendadaran kehidupan nanti di padang masyar? Selamatkan hamba dari perkara yang akan memberatkan hamba di pendadaran skripsi kali ini dan terutapa perkara yang memberatkan ham-ba di pendadaran kehidupan kelak. Ampuni hamba atas segala dosa yang sadar atau tidak sadar hamba lakukan”. Tiba-tiba wajah akhwat tadi berkelebat di pandanganku. Dan noki, sang ponsel  berbunyi mengagetkanku. Ternyata itu Murabbiku yang tadi malam ku forwad sms untuk meminta doa kepada orang tua, murabbi, teman-teman, serta mutarabbiku.
“assalaamu`alaikum akhi”
“wa`alaikumussalam pak”
“bagaimana akh persiapannya? Tinggal detik-detik nih. Insyaallah akan dimudahkan Allah”
“amien pak. Alhamdulillah semuanya baik dan saya akan berikhtiar semaksimal yang saya bisa”
“Alhamdulillah kalo gitu. Tapi akh nanti apapun hasilnya segera kabari saya nggih dan semangant!!! Afwan belum bisa menemani saya ada acara yang tidak bisa ditinggalkan”
“nggih akh jazakallah”
Telpon singkat dari murabbiku  cukup membuatku bersemangat meski ayahku sangat acuh terhadapku. Jam menunjukkan wakti 10.00 kugunakan 15 menit untuk sedikit menurojaahi hafalanku. Baru satu juz karena aku juga baru saja mengenal islam. Ketenangan itu semakin merasuk ke dalam hatiku. “Rabb hamba pasrah pada-Mu”

Tak begitu lama, 50 menit kemudian ia keluar dengan senyum dan tahmid yang tak henti-hentinya. Walau ia hanya sendirian, walau tak ada satupun yang menemani pendadaran skripsinya ia tetap ber-syukur. Segera diambil nokinya, ponsel yang kata teman-temannya hanya berharga pelempar anjing yang lewat. Maklumlah HPnya adalah nokia model lama sekali itupun belinya second alias bekas. Untuk setingkat orang yang kuliah di jurusan IT itu agak aneh, namun ia merasa lebih bisa juhud ketika tidak menggunakan HP communicator dkk. Yang penting bisa smsan, telpon dan internetan katanya.
“Assalaamu`alaikum, pak”
“Wa`alaikumussalam, bagaimana Yusuf? Sukses?”
“Alhamdulillah ada yang perlu direvisi, kalo dalam satu bulan revisinya selesai maka langsung yudisium. Tapi kalo melewati batas satu bulan harus ujian lagi. Tapi insyaallah saya kebut untuk wisuda bulan de-pan insyaallah. Mohon doanya nggih.”
“nggih insyaallah. Yusuf ada agenda sore ini? Saya benar-benar harus ketemu antum. Tapi sekarang saya sedang ada agenda jadi bisanya sore.”
“insyaallah kosong pak, tadinya mau ikut kajian Manhaj tapi ternyata ustadnya berhalangan datang”
“oh gitu, OK saya tunggu di rumah ba`da ashar nggih.eh jangan lupa bawa foto yang paling keren. Assalaamu`alaikum”
“foto yang paling keren buat apa pak? Nggih.wa`alaikumussalam”
Setelah itu ia memencet satu nomor yang sudah sangat ia ingat, nomor ayah. Lama panggilan tak dija-wab tiba-tiba terdengar nada diputus. “mungkin ayah sedang sibuk” batinku.
Iapun menuliskan sebuah pesan singkat
bismillah, ayah Alhamdulillah ananda telah selesai menjalani ujian skripsi mohon doanya agar revisinya segera selesai sehingga ananda tidak perlu ujian lagi dan bisa lulus bulan depan
Di rumah sang Murabbi Yusif disambut hangat oleh beliau dan istri. Sering sekali Yusuf silaturahim ke ru-mah beliau.
“yusuf nih ada formulir segera diisi ya!”
“ok pak!”
“fotonya bawa to?”
“bawa pak tenang.”

Malam harinya setelah Yusuf mengisi formulir yang ia sendiri tak tahu itu itu formulir apa. Ia didera mimpi aneh. Ia memimpikan Maryam Nur Ramadhani. Segera ia terbangaun dan istigfar.
 “masyaallah. Apa tadi? Ketika dilihatnya jam baru jam 11.30pm. Baru 40 menit aku tertidur sudah mimpi yang aneh-aneh. Mimpi akhwat pula!”
Esok malam kejadian serupa terulang. Ia memimpikan akhwat tersebut hingga malam yang ketiga. Bi-ngung, namun ia hanya istigfar. Ingin bercerita namun ia malu takut dipikir kenapa-kenapa.

Siang ini Yusuf ada janji berdiskusi dengan teman-teman di jajaran KAMMI wilayah Yogjakarta. Sebuah diskusi hangat terkait dengan gerak aktivis yang mulai di tekan. Tak jauh beda dengan jaman rezim Su-harto namun cara yang dilakukan lebih halus dan tidak kalah berbahaya. Aktivis-aktivis yang aktif ber-bicara di public melalui tulisan ataupun media yang lain mulai dibungkap dengan kursi, jabatan, uang yang katanya untuk organisasi, atau malah putrinya untuk dinikahkan. Masyaallah, semua itu dilakukan agar rekening-rekening mereka yang membengkak tidak diketahui siapapun. Keburukan-keburukan me-reka juga tidak dibongkar dan sang aktivis akan diam karena telah menerima sogokan apapun itu. Na-mun kali ini Yusuf mendengar kabar yang jauh lebih menyakitkan, saudara seperjuangan mereka di ta-brak seseorang dari Ring Road utara pasca tholabul ilmi di daerah Jalan Magelang. Kini ia harus dirawat di rumah sakit karena luka-lukanya. Dan Yusuf juga membaca Koran pagi ini, ada satu rubric pembaca yang menarik perhatiannya. Tulisan seorang aktifis ternyata, KAMMI Komsat UNY atas nama Maryam Nur Ramadhani. Nama yang indah batinnya. Isinya tentang sebuah gugatan nurani kepada mereka yang mengaku manusia yang berada di kursi pemerintahan untuk kembali ke jalan yang benar. Dan sedikit na-da ancaman juga, bahwa
sebenarnya masyarakat sudah memiliki bukti-bukti yangs angat kuat akah kecurangan mereka namun be-lum di ungkapkan ke public ini akan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan dan memepermalukan dirinya dan keluarganya
Itu sedikit kutipan dari rubik tadi. Langsung teringat aku akan ayah yang juga berada di jajaran DPRD Yogjakarta. Rabb selamatkan beliau dari keinginan untuk berbuat curang dan berbuat dosa kepada se-sama manusia terlebih berbuat dosa kepada –Mu Rabb. Dan Rabb ternyata masih ada orang yang sekri-tis dan seberani ini Rabb, subhanallah.

Tiba-tiba noki berdering, sang Murabbi ternyata
“assalamu`alaikum, akh”
“wa`alaikumussalam pak”
“antum dimana sekarang, formulir antum sudah diproses nih. Antum dimana sekarang? Bisa ketemu di MasMuja(Masjid Mujahidin UNY)”
“formulir? Diproses? Maksudnya pak? Baik pak 10 menit lagi sampai di MasMuja”
Dengan perasaan penasaran dan sedikit menebak-nebak aku berpikir apa yang terjadi sesungguhnya. Apakah itu formulir pernikahan? Kenapa Murabbiku tak mengatakannya padaku?

Lantai 2 MasMuja membuatku merasa nyaman. Sepi dan cocok untuk menambah hafalan minimal me-murojaahi hafalan lama. Dua masjid yang menautkan hatiku, Masjid Nurul Asri Deresan yang mebuatku nyaman untuk sholat dan berlama-lama disana. Dan Masjid Mujahidin UNY atau kalo kata aktivis-aktivis MasMuja adalah masjid yang penuh dengan ilmu. Setiap malamnya selalu ada majelis ilmu yang diada-kan membuat hati ini selalu merasa haus akan ilmu. Yah dua masjid yang membuatku terkait dan tak ingin pulang.
“assalaamu`alaikum akhi” tepuk Murabbiku dari belakang.
“wa`alaikumussalam pak”
“khaifa khaluk akh?”
“bi khoir pak, pripun?”
“hem gini akh, formulir yang antum isi kemarin, antum tau untuk apa?”
Aku hanya menggeleng
“itu adalah formulir pernikahan akh. Sekarang saya sudah diserahi satu formulir akhwat” kata beliau sambil menyerahkan sebuah map.
“silahkan dipertimbangkan. Saya tunggu jawabannya besok. Apapun itu coba mintalah yang terbaik”.

Malam ini kunikmati kesendirianku dengan-Nya walau tak dapat kupungkiri hati ini begitu tak tenang. Rabb, beri hamba yang terbaik. Sungguh hamba pasrah kepada-Mu. Malam ini setelah hamper menjelang subuh ku buka Map tersebut. Beberapa lembar kertas. Kulihat biodatanya, mukadimahnya:
Mungkin aku orang baru di sini, Di jalan ini tapi tak pernah kupungkiri bahwa ku menikmati jalan ini. I Luv You Allah.  Ternyata orang baru juga. Sama dong. Namanya Maryam Nur Ramadhani subhanallah inikan akh-wat yang begitu kritis menuliskan idenya di Koran tadi? Aku jadi begitu bersemangat untuk terus mem-baca kelanjutannya. Jurusan Pendidikan Teknik Informatika 2007. Wah adik angkatan dong. Tiba-tiba ba-yangan akhwat yang tak kuketahui namanya mulai berkelebat. Dan sesegera mungkin kubaca formulir-nya namun tidak membuatku berhenti berdecak kagum. Akhwat yang baru mendapatkan hidayah islam. Tak berhenti untuk terus belajar dengan berada disalah satu asramah akhwat. dan selalu mengkritisi yang tidak sesuai dengan syari`ah Allah. Tak sabar ku lihat fotonya. Subhanallah, benar-benar akhwat yang kukata-katai kemarin. Masyaallah maha kuasa Allah atas segala kehendak-Nya. Adzan subuh terde-ngar menyahdukan hatiku. Kini gejolak kegelisahan tiba-tiba sirna entah kenapa. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

Subuh hingga dhuha ini ku habiskan waktuku untuk menyelesaikan tilawahku. Walaupun dengan bacaan yang agak tidak lancer tapi aku optimis kelak ku bisa membacanya dengan lancar dan benar secara makhorijul huruf. Setelah dhuha ini ku coba menghubungi ayahku. Tapi hasilnya seperti biasa nihil. Tapi kucoba untuk terus menghubinginya. Menjelang dhuhur barulah ayah mau mengangkat telponku.
“Apa?” jawab ayah ketus.
“Apa kabar ayah?”
“baik”
“Alhamdulillah kalo baik, bagaimana kabar ibu dan adik-adik?”
“baik, cepet ada perlu apa!”
“Ayah lagi sibuk ya maaf. Yusuf hanya ingin mengabarkan bahwa Yusuf ingin meminta restu untuk menikah.”
“Nikah aza gitu aza kok repot. Udah terserah, ga penting juga!” sahut ayah dengan menutup telponnya.
Rabb, sabarkan hati hamba.

Hari ini ba`da ashar rencananya aku akan melakukan ta`aruf dengan Maryam Nur Ramadhani. Nama yang begitu indah dan menyenangkan untuk disebutkan. Tempatnya di rumah Murabbiku. Ya Rabb, tunjukkan yang baik bagiku dan hindarkan aku dari keburukan yang membuat buruk diri dan iman dihati.
Tidak ada yang aneh dalam ta`arufku dengan Maryam. Semua berjalan dengan lancar, kemantapan hatiku semakin bertambah. Ternyata ia suka bercanda juga, leluconnya segar dan masih sesuai norma. Suaranya enak didengar. Kritis dalam menganalisa sesuatu. Nakal ku katakana dalam hati aku suka padanya. Astagfirullah. Masyaallah! Setan begitu memasuki ke dalam hatiku. Rabb, nggak! hanya Kau yang aku puja. Oh ya syarat yang diajukan oleh Maryam sebelum benar-benar khitbah adalah memintaku menjelaskan kepada orang tuaku terkait dengan  pernikahan ini. Mengingat Maryam baru semester 6 sehingga menjelaskannya harus secara pelan-pelan.

Setelah ta`aruf itu semua berjalan normal. Yang mulai bergejolak adalah pergerakan mahasiswa. Semakin terjadi pertentangan dengan pemerintah. Lagi-lagi aktivis dicederai bahkan hamper dibunuh ketika mengkritisi pemerintah. Media seolah diam dan bisu untuk mengungkapkan semuanya. Pemerintah yang duduk di kursi atas sangat indah tersenyum dibawah penderitaan masyarakat.

Isu hangat hari ini adalah naiknya TDL(tarif dasar listrik). Mari kita analisis satu persatu akibat jika TDL naik. Biaya kebutuhan pokok akan melambung naik, padahal penghasilan dari masyarakat tetap stagnan bahkan cendrung berkurang. Sebenarnya semua bisa diantisipasi dengan adanya seleksi ketat penerima subsidi BBM sehingga mengurangi APBN untuk BBM. Sekarang kita lihat dan kita amati jika yang menerima, menikmati dan menguras habis BBM adalah mereka yang memiliki kemampuan keuangan yang lebih baik atau bahasa kerennya ekonomi menengah keatas.

Para kader KAMMI, HMI, dan pergerakan-pergerakan mahasiswa islam lainnya mulai bergerak menyuarakan aspirasinya. Dari kampus-kampus diadakan demo mahasiswa atau istilah kerennya aksi. Dan untuk mereka yang bergerak di ranah media mulai menulis dengan tulisan-tulisan yang mengkritisi pemerintahan dengan data-data valid dan sangat memojokkan pemerintah. Dan yang paling penting ikut memberikan solusi atas masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintah. Yah walaupun itu menurut pemikiran kami yang berada di posisi rakyat jelata. Hak kita untuk mengungkapkan ide-ide kita bukankah Indonesia adalah Negara yang demokratis?

Di sebuah Koran nasional, kulihat lagi tulisan Maryam pagi ini. Seperti biasa kritis luar biasa. Kadang jadi berpikir apa dia tidak kawatir dengan keselamatan dirinya ketika dia menulis dengan sangat kritis dan dengan data-data primer yang valid. Seketika aku tersentak dengan tulisan didalamnya. Dia menyebutkan beberapa oknum yang diduga melakukan penyelewengan dan salah satunya berinisial AR. Kenapa tiba-tiba aku berpikir itu adalah ayahku? Ah tak mungkin! Ayah memang memiliki relasi baik dengan teman-teman pemerintah pusat namun apa hubungannya dengan Tarif Dasar Listrik dan masalah BBM? Ayahku bahkan tak memiliki wewenang di dalamnya. Ya Allah lindungi ayahku dari perbuatan yang tercela.

Di sisi lain, pagi seorang akhwat sedang melaju sedang dengan motornya di ring road sekitar Cassagrande Depok Sleman. Tanpa ia sadari di belakangnya ada dua motor automatic yang mengikutinya. Dan tak lama kemudian secara membabi buta motor tersebut mendekati Maryam dan mengarahkan clurit kea rah kepala dan badan secara brutal berkali-kali. Kejadiannya di tempat yang sepi, tidak ada saksi mata yang membuktikan apa yang terjadi. Hanya Allah yang tau bahwa semuanya telah direkayasa. Maryam meninggalkan bumi ini dengan keadaan berbau harum dan syahid memperjuangkan islam dan masyarakat kecil.

Tiba-tiba noki berbunyi. “Assalamu`alaaikum, akh sabar nggih!” ternyata dari murabbiku
“sabar kenapa pak?”
“antum belum tau berita tadi pagi?”
“apa pak?”
“Maryam akh, syahid!” sebuah petir seolah menghantamku dengan hebat. Syahid?
“syahid pak?”
Dan Murabbiku pun menceritakan yang terjadi pada Maryam. Ya Allah apa yang terjadi padanya apakah itu benar? Kontan aku teringat pada kritikannya di media nasional itu. Apa karena ia menuliskannya? Ya Allah. Lalu siapa pelakunya? Tiba-tiba terbesit wajah ayah. Masyallah kenapa wajah ayahnya yang terbesit. Bukan, aku hanya sedang rindu pada ayah, ayah tidak ada hubungannya dengan pembunuhan Maryam, ayah tidak ada hubungannya dengan masalah pada pemerintahan dan pergerakan mahasiswa.

Di samping makam Maryam kuhanya bisa berdoa, agar amal ibadahnya diterima disisi-Nya. Murabbiku hanya bisa menyuruhku bersabar. Rabb tinggal sedikit lagi bidadari ini akan menjadi pendamping perjuanganku. Tak kuasa tu tahan kesedihan ini ketika ku menemui orang tua Maryam bukan untuk mengkhitbahnya namun malah mengantar kepergiannya. Rabbi, kuatkan hamba. Terbayang dulu ejekanku terhadap Maryam, akhwat yang pelit senyum dan tampang jutek. Kini kusadar bahwa ia terlihat jutek untuk mereka yang buka mahramnya. Ia tak mau senyum karena akan membuat fitnah itu mudah menyertainya. Rabb, mungkin teguran-Mu ini membuatku sadar bahwa ku tak pantas untuk bersamanya. Ia terlalu suci untukku dan semua pria didunia ini. Yah layaknya Maryam yang tetap suci walau ia melahirkan Nabi Allah Isa as. Kini Maryamku juga pergi dan tetap sucu tak tersentuh. Ku serahkan ia pada-Mu Rabb.

Seminggu berlalu, semua sudah kembali normal. Ku kabarkan kematian Maryam kepada ayahku, seperti biasa ia hanya diam. Ku coba untuk mendekatinya. Aku mulai pulang kerumah, ibu dan adik-adikku menyambutku dengan rasa bahagia yang terpaksa ditahan karena takut pada murka ayah. Kucoba untuk bertahan dan Alhamdulillah teman-teman dan murabbiku juga ikut menguatkanku. Aku bisa tersenyum walau kadang ayah hamper membuatku marah dengan sindiran-sindirannya terhadap sholatku, puasaku dan ibadahku yang lain.

Pagi ini kutahu bahwa pelaku yang membunuh Maryam ditangkap. Mereka tertangkap karena pelaku membuang senjata pembunuhan 3km dari tempat kejadian. Alhamdulillah tertangkap batinku. Semoga Allah mengampuni dosanya dan semoga ia segera bertaubat.

Tiba-tiba sore ini rumah kami di datangi polisi. Ayah yang sedang istirahat di dalam kamar mau-tidak-mau keluar. Tampak wajahnya tak senang dengan kedatangan polisi. Betapa terkejut aku ketika ku tau bahwa polisi datang membawa surat penangkapan karena ayahku disebut-sebut sebagai otak dibalik terbunuhnya Maryam. Dan juga dugaan korupsi atas keuangan Negara dan rekening illegal yang tak jelas keuangannya berasal dari mana. Masyaallah, apa yang terjadi. Apa benar ayahku yang membunuh calon istriku?

Satu bulan setelah penangkapan ayahku, persidangan digelar. Aku berusaha menenangkan ibuku dan meyakinkan polisi hanya salah tangkap. Tak mungkin ayah melakukan demikian. Tiba-tiba terlintas dibayanganku artikel Maryam yang menyebutkan sebuah inisial AR semoga nbukan Arif Rahman ayahku. Ku coba menegarkan diri ini. Menguatkan ibu dan adik-adikku. Dan memikirkan solusi apapun yang akan terjadi. Kali ini perasaanku tak nyaman. Sebelum berangkat kucoba untum sholat sunnah dua rakaat. Dan sedikit memuroja`ahi hafalanku.

Dan dari segala saksi dari pelaku dan bukti-bukti yang ada maka ayahku benar-benar dinyatakan bersalah. Pembunuhan berencana, rekening illegal, dan korupsi. Seolah mencorang mukaku. Betapa ayahku yang membunuh bidadari calon istriku. Ya Allah semoga beliau segera bertaubat. Dan berikan hidayah-Mu padanya.

Dua orang sekaligus meninggalkanku dalam kejadian yang berturut-turut. Maryam lalu ayah. Dan kini kuserahkan segala takdir hidupku pada-Nya. Kumulai hidup baru dengan ibu dan adik-adikku. kini adikku yang putri dan ibuku sudah mulai mengenakan jilbab. Aku semakin kokoh dengan teman-teman seperjuangan yang terus menguatkan satu sama lain. Yang mengingatkan ketika ku mulai futur. Rabb pertemukan aku dan kuluargaku serta teman-teman seperjuanganku di surga kelak. Kuatkan hamba dan teman-teman atas perjuangan menegakkan islam dan kebenaran di bumi-Mu walau syahida taruhannya.

Telkom Wonosari 15 juli 2010
Asiyah Al-Khonsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar