Minggu, 05 Agustus 2012

Tanggapan Petinggi Negara tehadap Rohingya

KAIRO: Kementerian Luar Negeri Mesir pada Sabtu mengutuk serangan terhadap suku kecil Muslim di Myanmar dan mengatakan utusannya di negara berpenduduk sebagian besar Buddha itu melihat kerusakan luas akibat bentrok aliran tersebut.

Pernyataan kementerian itu dikeluarkan sehari setelah pengunjukrasa di Kairo membakar bendera Myanmar.

Juru bicara kementerian itu Amr Rushdi mengutuk aksi kekerasan terhadap warga Muslim di Myanmar, kata pernyataan itu.

Utusan Mesir di Myanmar menyaksikan "satu kerusakan luas yang menimpa masing-masing masyarakat itu, dan jelas daerah-daerah Muslim lebih banyak jadi sasaran aksi kekerasan dan kehancuran." Rushdi mengatakan ia memahami betapa marahya rakyat Mesir atas serangan-serangan terhadap warga Muslim itu, tetapi mengatakan Mesir berjanji akan melindungi misi-misi asing dan menyeru masyarakat tenang dan meberikan kesempatan pada diplomasi.

Para pemrotes menyerbu kedubes-kedues Israel dan Suriah di Kairo tahun lalu.

Partai Kemerdekan dan Keadilan, yang mengajukan Presiden Mohammed Moursi dalam pemihan presiden Juni, mendesak kementerian luar negeri melakukan tindakan-tindakan nyata untuk menghentikan apa yang disebutnya pembersihan etnik minoritas Rohingya Muslim di Myanmar.

Kekerasan yang meletus Juni di negara bagian Rakhine antara warga Buddha dan Rohigya menewaskan 80 orag dari kedua pihak , kata data resmi.

Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch yang berpangkalan di New York mengatakan angka itu tampaknya "ditaksi terlalu rendah," dan menuduh pasukan menembaki warga Muslim dan melakukan perkosaan.

Ratusan pria Rohingya dan anak laki-laki ditahan dan tetap berada dalam tahanan di daerah barat negara yang dulu bernama Burma itu, katanya dalam satu laporan pekan ini.

Pemerintah Myanmar memperkirakan 800.000 warga Rohingya tinggal di negara itu sebagai warga asing, sementara banyak warga menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan meganggap mereka musuh.

Presiden Thein Sein Juli mengemukakan kepada PBB bahwa kamp-kamp pengungsi atau deportasi adalah solusi bagi Rohingya. (Antara/AFP/arh)

Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengaku prihatin dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi atas warga Muslim Rohingya yang mengalami diskriminasi di Myanmar.

"Dari segi kemanusiaan, tragedi yang terjadi pada warga Rohingya membuat kami sedih apalagi masih dikawasan ASEAN dan terjadi atas saudara-saudara kita sesama muslim," kata Mensos disela-sela kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Kamis.

Mensos menyatakan, perlakuan-perlakuan yang diterima warga Rohingya di Myanmar seperti dibakar dan aksi kekerasan lainnya dalam era peradaban saat ini tidak layak lagi apapun alasannya.

"Yang terjadi atas warga Rohingya membuat masyarakat ASEAN prihatin apalagi mereka sudah bertahun-tahun tinggal disana bukan satu dua tahun," tambah Mensos.

Muslim Rohingya yang tinggal di Myanmar tidak diakui sebagai warga negara sehingga memicu kekerasan terhadap mereka, yang akhirnya membuat warga Rohingya mencari suaka ke negara lain termasuk Indonesia melalui kapal laut bahkan ada yang terdampar.

Mensos pada kesempatan itu mempertanyakan definisi warga negara, sebab menurut Mensos jika orang sudah tinggal bertahun-tahun bahkan sampai ratusan tahun berarti apapun itu mereka dikategorikan sebagai warga negara bersangkutan.

Mensos menyatakan optimis Pemerintah akan turun tangan menangani kasus tersebut karena permasalahan Rohingya berada di kawasan ASEAN. Mensos juga mengapresiasikan lembaga-lembaga kemanusian yang sudah turun memberikan bantuan terhadap Muslim Rohingya.
(D016)


sedangkan pak esbeye malah bilang....

Jakarta Spontanitas berbagai elemen masyarakat untuk menyampaikan bantuan bagi etnis Rohingya yang menjadi korban konflik komunal di Myanmar, diapresiasi oleh pemerintah. Namun, agar bantuan tepat sasaran dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dari Myanmar, metode penyalurannya sebaiknya dikonsultasikan dengan Kementerian Luar Negeri.

"Saya berterimakasih dan memberi penghargaan atas bantuan kemanusiaan bagi etnis Rohingya. Agar bentuk kepedulian dan solidaritas bisa diwujudkan dengan sasaran yang tepat, saya harap konsultasikan dengan Kementerian Luar Negeri," kata Presiden SBY.

Pada keterangan pers di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, Sabtu (4/8/2012) sore, secara khusus pesan tersebut disampaikan SBY untuk mengingatkan komunitas dan komponen masyarakat yang berniat ke Myanmar. Konsultasi mengenai mekanisme penyaluran bantuan diperlukan agar tidak menimbulkan masalah baru seperti di masa-masa sebelumnya.

"Di waktu lalu banyak spontanitas, begitu saja komponen dari Indonesia datang ke negeri lain. Begitu ada masalah diplomatik seperti imigrasi dan sebagainya, akhirnya pemerintah yang turun tangan dan menyelesaikannya. Kita tidak berharap itu terjadi lagi," terang SBY.

Indonesia juga pernah berada dalam posisi seperti Myanmar sekarang ini, yaitu ketika menangani konflik komunal di Poso dan Ambon. Pada saat itu pemerintah juga memutuskan berhati-hati menerima tawaran bantuan kemanusian dari komunitas tertentu negara lain, sebab ada pertimbangan menghindari situasi yang lebih buruk.

Lebih lanjut Presiden SBY menegaskan kesiapan Pemerintah RI untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingya. Termasuk membangun kembali perkampungan yang rusak serta penyelesaian konflik komunal yang sebenarnya telah terjadi selama bertahun-tahun.

"Saya ingin kepedulian, solidaritas dan tawaran agar Indonesia turut cari solusi di satu sisi benar-benar bisa terwujud. Tapi di sisi lain, jangan sampai menimbulkan salah terima dan persepsi keliru dari pemerintah Myanmar. Sehingga kontribusi kita membawa kebaikan bagi Myanmar, Indonesia, ASEAN dan dunia," tegas SBY.

semakin terlihat seperti apa sebenarnya presiden kita yang tercinta itu...  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar